Ahad 22 Oct 2023 04:28 WIB

Cuaca Ekstrem Hingga Gelombang Panas Hantui 2023, Ini Pemicunya Menurut BMKG

WMO mencatat bahwa tahun 2023 menjadi tahun dengan penuh rekor temperatur.

Kejadian iklim maupun kenaikan suhu udara merupakan dampak perubahan iklim. /Ilustrasi
Foto: pixabay
Kejadian iklim maupun kenaikan suhu udara merupakan dampak perubahan iklim. /Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mencatat bahwa tahun 2023 menjadi tahun dengan penuh rekor temperatur. Rekor tersebut di antaranya adalah sepanjang Juni-Agustus menjadi 3 bulan terpanas sepanjang sejarah serta gelombang panas (heatwave) terjadi di banyak tempat secara bersamaan.

"Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot," ujar Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam ajang yang mengangkat tema "Pemahaman tentang Isu Perubahan Iklim Bagi Green Leaders" dan diikuti ratusan peserta dari berbagai provinsi di Indonesia belum lama ini seperti dikutip dari situs bmkg.go.id, Sabtu (21/10/2023).

Baca Juga

Dampak perubahan iklim, tambah Dwikorita, sudah sangat terasa di Indonesia. Namun, banyak dari masyarakat Indonesia yang tidak memahami dan mengerti bahwa cuaca ekstrem yang kerap terjadi, kejadian iklim maupun kenaikan suhu udara merupakan dampak perubahan iklim. Kondisi ini membutuhkan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim untuk mengurangi dampak bencana hidrometeorologi dan menurunkan emisi gas rumah kaca.

Dwikorita menyebutkan, guna memitigasi ancaman krisis pangan BMKG terus melakukan literasi iklim melalui Sekolah Lapang Iklim. Sasarannya adalah petani Indonesia, dimana mereka diajarkan dan dilatih keterampilannya untuk terampil dalam memahami bagaimana strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di lingkungan wilayahnya, guna memperkuat ketahanan pangan Indonesia.

"Generasi muda harus terlibat dalam berbagai aksi mitigasi dan perubahan iklim termasuk mencegah laju perubahan iklim itu sendiri untuk menjaga keberlanjutan alam dan menciptakan masa depan yang lebih baik," kata dia.

Dwikorita menerangkan, BMKG mencatat secara keseluruhan, tahun 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0.8 derajat Celsius relatif terhadap periode klimatologi 1981 hingga 2020. Tahun 2020 sendiri menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 derajat Celsius, dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 derajat Celsius.

sumber : siaran pers
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement