Senin 16 Oct 2023 20:05 WIB

Gara-Gara Ini Adopsi Mobil Listrik di Indonesia Lambat

Konsumen masih memiliki sejumlah kekhawatiran terhadap mobil listrik.

Anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) memeriksa mobil listrik untuk delegasi di area Sentral Parkir ITDC Nusa Dua, Badung, Bali, Ahad (8/10/2023). Sebanyak 430 unit mobil listrik disiapkan untuk transportasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 di Nusa Dua, Bali pada 10-11 Oktober 2023.
Foto: ANTARA FOTO/Jessica Wuysang
Anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) memeriksa mobil listrik untuk delegasi di area Sentral Parkir ITDC Nusa Dua, Badung, Bali, Ahad (8/10/2023). Sebanyak 430 unit mobil listrik disiapkan untuk transportasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 di Nusa Dua, Bali pada 10-11 Oktober 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar kendaraan listrik (EV) diperkirakan akan tumbuh dalam beberapa tahun ke depan, tetapi adopsi mobil ramah lingkungan itu di Indonesia lebih lambat dibanding di pasar global.

Lambatnya adopsi mobil listrik itu terjadi karena beberapa sebab, seperti masih adanya kekhawatiran mengenai ketersediaan stasiun pengisian daya, hingga pemeliharaan yang mahal dalam jangka panjang.

Baca Juga

Berdasarkan survei terbaru lembaga riset PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia, responden merasa khawatir terhadap ketersediaan stasiun pengisian untuk kendaraan listrik, baik untuk mobil (63 persen) maupun sepeda motor (52 persen ).

Kekhawatiran responden lainnya adalah ketersediaan stasiun pengisian daya kendaraan listrik di daerah terpencil, di mana untuk mobil 54 persen dan sepeda motor 47 persen. Hal itu menunjukkan perlunya infrastruktur pengisian daya yang merata untuk memenuhi kekhawatiran konsumen.

"Oleh karena itu, para pemimpin industri dan pembuat kebijakan sedang mempersiapkan masa depan di mana kendaraan ramah lingkungan dapat memainkan peran utama di pasar," kata Hendra Lie, PwC Indonesia Automotive Leader, dalam siaran pers, Senin (16/10/2023).

Walaupun daya tarik EV semakin besar, menurut PwC, kekhawatiran konsumen dapat memengaruhi tingkat adopsi EV secara signifikan. Kekhawatiran itu termasuk soal biaya pemeliharaan yang mungkin menjadi mahal dalam jangka panjang.

Sebanyak 87 persen responden paling khawatir terhadap biaya penggantian baterai, 83 persen mengkhawatirkan harga suku cadang, 66 persen khawatir terhadap pengeluaran tak terduga, dan 59 persen mengkhawatirkan biaya perawatan rutin.

PwC Indonesia merilis Indonesia Electric Vehicle Consumer Survey 2023 untuk memberikan wawasan unik kepada pembaca tentang kesiapan konsumen Indonesia terhadap mobil dan sepeda motor listrik, sehingga dapat memberikan gambaran tentang potensi masa depan industri ini.

PwC juga menggarisbawahi bahwa kesadaran konsumen Indonesia terhadap kendaraan ramah lingkungan juga makin baik sehingga diprediksi akan terjadi peningkatan permintaan kendaraan listrik ke depan.

Sebagian besar responden berpendapat bahwa EV adalah kendaraan masa depan. Mesin yang lebih senyap (85 persen), teknologi inovatif (76 persen), dan aspek menarik yang belum pernah ada sebelumnya (82 persen), adalah tiga fitur utama EV yang tidak dapat ditiru di kendaraan berbahan bakar fosil.

Baterai solid-state sedang dikembangkan untuk memberi konsumen jangkauan berkendara yang lebih jauh, waktu pengisian ulang yang lebih cepat, dan peningkatan keselamatan, serta inovasi dalam pengisian daya nirkabel untuk meningkatkan fleksibilitas dan berkendara otonom. Kemajuan mutakhir ini, terutama dalam teknologi baterai dan efisiensi secara keseluruhan, dapat mengurangi biaya perawatan dan memperpanjang umur kendaraan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement