Senin 16 Oct 2023 14:31 WIB

Digempur Israel, Begini Hancurnya Industri Teknologi di Palestina

Silicon Valley semakin menaruh minat terhadap Palestina sebagai pusat teknologi.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Natalia Endah Hapsari
Asap mengepul menyusul serangan udara Israel di Jalur Gaza, terlihat dari Israel selatan, Ahad (15/10/2023).
Foto: AP Photo/Ariel Schalit
Asap mengepul menyusul serangan udara Israel di Jalur Gaza, terlihat dari Israel selatan, Ahad (15/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Siapa sangka, Gaza yang terkendala secara ekonomi di dunia bisa menjadi pusat teknologi bagi warga Palestina dan dunia. Selama bertahun-tahun, sejumlah perusahaan internasional telah mencari kehadiran di sana untuk berkolaborasi, baik dengan pekerja lepas maupun startup (perusahaan rintisan).

Misalnya, Nvidia yang terkenal karena perannya dalam ledakan kecerdasan buatan (AI) baru telah bekerja dengan setidaknya 100 insinyur dari wilayah tersebut selama bertahun-tahun. Silicon Valley semakin menaruh minat terhadap Palestina sebagai pusat teknologi.

Baca Juga

Hingga saat ini, mereka yang bekerja di wilayah tersebut memperkirakan sebanyak 10 juta dolar AS telah diinvestasikan dalam ekosistem teknologi Palestina. Khususnya, pada 2017, pendiri dan CEO Salesforce Marc Benioff bergabung dengan tokoh-tokoh Silicon Valley dalam mendukung akademi coding pertama yang didirikan di Gaza.

Namun, semua itu sekarang lenyap, seperti halnya bangunan-bangunan di Gaza. Lebih dari 1.500 orang di Palestina sejauh ini telah terbunuh. Israel kini telah mengumpulkan tentara di dekat bagian utara Gaza, menjelang serangan darat ke daerah kantong padat penduduk tersebut.

Sekitar 1,1 juta orang yang tinggal di wilayah utara telah diminta untuk pergi pada hari berikutnya. Israel mengatakan, tidak akan mencabut pembatasan tersebut kecuali Hamas membebaskan semua sandera.

Mantan kepala Gaza Sky Geeks, Ryan Sturgill mengatakan situasi di lapangan tampak mengerikan. “Area di sekitar gedung Mercy Corps yang menampung Gaza Sky Geeks, telah diratakan. Strukturnya berdiri tetapi hancur,” kata Sturgill, dilansir TechCrunch, Senin (16/10/2023).

Gaza Sky Geeks merupakan pusat teknologi terbesar di Palestina yang menyediakan berbagai pelatihan teknologi dalam skala besar. Pada tahun 2022, 5.000 pembuat kode dan pengembang dari seluruh Tepi Barat dan Gaza lulus dari program ini.

Sturgill telah membantu startup teknologi Palestina meningkatkan modal di Tepi Barat dan Gaza sejak Januari. Sejauh ini, dia melihat pertumbuhan cukup signifikan. Banyak perusahaan di Arab Saudi telah mendirikan kantor pusat di Palestina.

“Nvidia dan perusahaan internasional lainnya, memiliki operasi outsourcing di Palestina. Apple memiliki operasi outsourcing, Microsoft memiliki penelitian dan pengembangan, dan mereka bahkan ingin hal tersebut diperluas. Ada perusahaan yang memiliki 200 pengembang yang berkantor di Ramallah,” ujarnya.

Salah satu pendiri dan CEO Manara, startup berdampak sosial yang didanai oleh Y Combinator, Seedcamp, Reid Hoffman, Eric Ries, Marc Benioff, Paul Graham, dan Jessica Livingston, Iliana Montauk konektivitas telah menurun signifikan dalam 24 jam terakhir.

“Meskipun Gaza telah dibom berkali-kali sebelumnya, kali ini sangat berbeda bagi sektor teknologi karena beberapa alasan. Listrik padam di seluruh jalur Gaza. Sejumlah besar infrastruktur telah dibom termasuk ISP dan banyak gedung apartemen tinggi yang memiliki menara telepon seluler. Seluruh lingkungan kelas menengah dihancurkan,” kata Montauk.

Dia mengatakan di masa lalu jika seluruh lingkungan hancur, biasanya wilayah tersebut berbatasan dengan Israel dan wilayah yang lebih miskin sehingga berdampak lebih kecil pada sektor teknologi. Namun, kali ini berbeda karena sektor teknologi hampir sepenuhnya tidak dapat berfungsi.

“Kebanyakan orang juga telah kehilangan koneksi ponsel dan akses internet sepenuhnya atau hanya memiliki akses ke 2G di ponsel mereka. Listrik tidak lagi tersedia untuk beberapa jam sehari dan masyarakat kehabisan bahan bakar untuk generator mereka,” ujar dia.

Mereka yang tinggal di Tepi Barat mengatakan aktivitas di Gaza mempunyai dampak yang tidak dapat dihindari. Salah satu pendiri Sawaed19, Leen Abubaker mengatakan bagi perempuan muda Palestina yang tinggal di Tepi Barat, telah terjadi pembekuan aktivitas.

“Perusahaan-perusahaan teknologi beroperasi dalam skala yang sangat terbatas dengan karyawan yang kesulitan mencapai kantor mereka di Tepi Barat karena jalan-jalan yang tidak aman dan diblokir oleh pasukan pendudukan dan pemukim Israel atau mereka terpaksa gulung tikar sepenuhnya di Gaza,” kata dia.

Dia menambahkan bahwa sejumlah bangunan penting di Gaza bagi industri teknologi di sana, seperti Burj Al-Wattan, telah dihancurkan oleh serangan udara Israel. Satu hal yang menyedihkan adalah teknologi bukanlah prioritas utama dalam situasi mendesak ini. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement