Rabu 04 Oct 2023 14:06 WIB

Suami Istri yang Kenalan di Aplikasi Kencan Cenderung Kurang Bahagia, Benarkah?

Sepertiga pernikahan kini dimulai dari perkenalan di dunia maya.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Peneliti dari Arizona State University di AS mengatakan bahwa pasangan yang bertemu melalui aplikasi kencan lebih tidak bahagia dalam pernikahannya dibandingkan pasangan yang bertemu di dunia nyata.
Foto: google play store
Peneliti dari Arizona State University di AS mengatakan bahwa pasangan yang bertemu melalui aplikasi kencan lebih tidak bahagia dalam pernikahannya dibandingkan pasangan yang bertemu di dunia nyata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Aplikasi kencan awalnya sempat dianggap tabu. Tetapi saat ini sudah menjadi salah satu cara paling populer bagi pasangan untuk saling berkenalan.

Ada beberapa aplikasi kencan populer, seperti Tinder, Bumble, dan Singles With Food Allergies. Ada data yang mengungkapkan bahwa sepertiga pernikahan pasangan suami istri (pasutri) kini dimulai dari perkenalan di dunia maya.

Baca Juga

Namun sebuah penelitian baru mengungkap bahwa pernikahan yang diawali dari aplikasi, kurang bahagia dibandingkan pasangan yang berkenalan saat bertemu langsung. Peneliti dari Arizona State University di AS mengatakan bahwa pasangan yang bertemu melalui aplikasi kencan lebih tidak bahagia dalam pernikahannya dibandingkan pasangan yang bertemu di dunia nyata.

“Hasilnya mendukung efek kencan daring terutama dengan menunjukkan bahwa orang yang bertemu melalui kencan daring melaporkan tingkat kepuasan dan stabilitas yang berbeda dibandingkan mereka yang bertemu secara offline,” kata para peneliti, seperti dilansir dari Daily Mail, Rabu (4/10/2023).

Dalam studi baru mereka, tim mulai memahami apakah pertemuan daring memengaruhi kepuasan pernikahan atau tidak. Para peneliti melibatkan 923 partisipan yang sudah menikah, dan disurvei mengenai kepuasan serta stabilitas pernikahan mereka.

Sekitar setengah (49,3 persen) peserta telah bertemu pasangannya secara daring, melalui aplikasi kencan termasuk Grindr, Tinder, atau Bumble. Sebanyak 50,7 persen lainnya bertemu secara offline, termasuk saat bekerja, di kampus, tempat makan atau klub.

Untuk menilai kepuasan pernikahan mereka, para peserta diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan termasuk 'seberapa baik pasangan Anda memenuhi kebutuhan Anda?', dan 'secara umum, seberapa puaskah Anda dengan pernikahan Anda?'

Sementara itu, pertanyaan yang diberikan untuk menilai kestabilan perkawinan, yaitu seperti 'pernahkah Anda atau pasangan Anda serius mengusulkan gagasan perceraian?'

Hasilnya menunjukkan bahwa pasangan yang bertemu secara daring cenderung lebih muda, memiliki lebih banyak pengalaman berkencan, dan cenderung melakukan pernikahan sesama jenis atau antar ras dibandingkan mereka yang bertemu secara offline.

Peserta yang bertemu secara daring melaporkan kepuasan dan stabilitas pernikahan yang lebih rendah. Meskipun alasan temuan ini masih belum jelas, para peneliti berpendapat bahwa hal tersebut mungkin disebabkan oleh stigma yang terkait dengan pertemuan daring.

Liesel Sharabi, penulis utama studi tersebut, mengatakan penelitian ini mengungkapkan bahwa stigma seputar hubungan yang membuat pasangan dunia maya berada dalam tekanan. Mereka cenderung menghadapi tingkat marginalisasi sosial yang lebih tinggi.

Baik itu karena mereka menikah dengan beda ras, atau pasangan sesama jenis. Atau karena mereka merasa dihakimi karena bertemu pasangannya secara daring.

Untungnya, para peneliti mengatakan bahwa kesadaran akan stigma ini dapat membantu meningkatkan peluang untuk mendapatkan pernikahan yang bahagia.

Menurut Sharabi, lebih menyadari terkait hambatan-hambatan ini memungkinkan pasangan online memiliki masa depan bersama yang lebih lama, stabil, dan bahagia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement