Senin 25 Sep 2023 18:13 WIB

AI tak akan Bisa Kalahkan Manusia, Ini Penjelasannya

Sampai saat ini, AI masih berada di bawah kontrol manusia.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Natalia Endah Hapsari
Teknologi kecerdasan buatan (AI) berkembang saat pesat. Saat ini AI berdampak pada beragam aspek kehidupan./ilustrasi
Foto: Pexels
Teknologi kecerdasan buatan (AI) berkembang saat pesat. Saat ini AI berdampak pada beragam aspek kehidupan./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejak kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) sering menjadi trending topic X, banyak manusia yang khawatir akan eksistensinya. Namun, Country Manager Palo Alto Networks, Adi Rusli mengatakan, AI yang bagus biasanya harus didukung data yang bagus pula.

Ini mengindikasikan bahwa sampai saat ini, AI masih berada di bawah kontrol manusia. Bahkan secanggih apapun AI, jika tidak diperkuat dengan keamanan yang baik dari manusia yang menjalankannya, maka AI akan mudah disusupi cyber crime karena AI tidak bisa membangun sendiri cyber security.

Baca Juga

“Yang terpenting dalam konteks AI, bahwa AI alone, tidak bisa menjawab cyber crime atau cyber security. Jadi AI harus di-cover dengan good data, karena kalau nggak ada data, AI tidak akan pernah bisa belajar. Itu key-nya,” papar Adi dalam konferensi pers di Jakarta, belum lama ini. 

Ia menjelaskan bahwa Palo Alto Networks mengambil data dari puluhan ribu pelanggannya, lalu itu menjadi sebuah pondasi yang kuat. Sehingga AI ataupun machine learning yang diintegrasikan ke program dan solusi Palo Alto Networks, memiliki basis yang memang terpercaya.

Adi juga menjelaskan jika ada rintisan keamanan siber berbicara soal AI, agar jangan mudah percaya. Harus dikritisi dulu dari mana perusahaan tersebut mengambil datanya, apalagi sudah ada 3.000 rintisan keamanan siber di dunia. 

“Yang terpenting adalah bagaimana saya bisa meng-elaborate AI, bukan sekadar ikut-ikutan ChatGPT. Apakah ChatGPT penting? Penting. Tapi akan lebih penting dan ChatGPT akan bisa berjalan, siapa penyedianya, apakah memiliki precision AI,” papar Adi.

Palo Alto Networks memiliki presisi AI ini, karena harus meyakinkan bahwa setiap kali ada sesuatu, maka dijamin 100 persen hasil dari pembelajaran AI bisa mencegah, men-detect, dan merespons berdasarkan data yang ada, itu 100 persen harus berhasil.

Ketika penyerang yang juga menggunakan AI, maka mereka hanya akan melempar modelnya lalu berharap seperti MLM, banyak orang bisa subscribe yang ikut menjalankan attack mode yang sama. Penyerang seperti ini hanya berharap keberhasilan satu atau dua kali saja.

“Kalau kami berbeda, 100 persen harus berhasil, jadi di sanalah munculnya. Mudah-mudahan banyak pembelajaran di industri, banyak perusahaan bisa mengerti bahwa AI adalah sesuatu yang bagus tapi harus diiringi dengan good data, dan bisa dipastikan bahwa bukan hanya generatif AI berdasarkan MLM, tapi juga precision AI,” papar Adi.

Pada April 2023, Palo Alto Networks melakukan survei ke 500 pimpinan dan pengambil keputusan di bidang IT dalam lima industri utama wilayah ASEAN secara daring. Ada 100 responden yang berasal dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand.

Dalam lingkup regional, pengintegrasian AI menjadi salah satu jenis tren teknologi yang paling banyak diadopsi oleh organisasi-organisasi di ASEAN, terutama yang bergerak di bidang telekomunikasi, teknologi, dan komunikasi.

Hal ini selaras dengan langkah yang diambil oleh organisasi-organisasi di Indonesia, di mana 70 persen di antaranya (jumlah paling tinggi di ASEAN) mempertimbangkan untuk mengintegrasikan AI, di mana hal ini diperkirakan akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan.

Tren ini diikuti oleh Distributed Ledger Technology (DLT), teknologi yang digunakan untuk membuat sistem keuangan terdistribusi, yang mencakup blockchain, ledger, dan smart contract, sebagai teknologi yang digunakan oleh hampir separuh organisasi di Indonesia (47 persen).

Pelaku kejahatan siber terus mengembangkan strategi penyerangan mereka, sementara sejumlah besar UKM masih menganggap keamanan siber sebagai suatu tindakan yang bersifat jangka pendek.

Hal tersebut menjadi alasan bagi mayoritas pelaku UKM tidak memperbarui kemampuan keamanan mereka untuk mengimbangi serangan kejahatan siber. Banyak UKM di ASEAN, termasuk Indonesia, yang berperan penting untuk menopang perekonomian negara. Sehingga, sangatlah penting bagi mereka untuk senantiasa memperbarui kemampuan sistem keamanannya.

Kemudian juga diiringi dengan strategi penanggulangan insiden yang dapat ditindaklanjuti, sebagai langkah awal untuk memperbaiki strategi keamanan. “Selain itu, fokus yang lebih besar terhadap otomatisasi proses keamanan siber yang sudah dijalankan, juga sangat penting untuk memupuk ketangguhan dan tingkat keyakinan untuk menghadapi serangan siber,” kata Adi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement