Kamis 14 Sep 2023 06:14 WIB

Mengapa Banyak Perempuan yang tidak Bahagia? Ternyata Ini Penyebabnya

Anak perempuan kerap merasakan tekanan dan tantangan.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Natalia Endah Hapsari
Kebahagiaan di kalangan anak perempuan dan perempuan muda telah mencapai titik terendah sejak 2009. /Ilustrasi
Foto: Allwomanstalk
Kebahagiaan di kalangan anak perempuan dan perempuan muda telah mencapai titik terendah sejak 2009. /Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Kebahagiaan di kalangan anak perempuan dan perempuan muda telah mencapai titik terendah sejak 2009. Hasil ini didapat dari jajak pendapat Girlguiding yang menunjukkan bahwa sembilan dari 10 perempuan berusia tujuh hingga 21 tahun merasa khawatir atau cemas.

Dalam angka yang menurut ketua eksekutif gerakan Inggris tersebut, Angela Salt menunjukkan, anak perempuan dan perempuan muda merasa dikecewakan. Hanya 17 persen berusia tujuh hingga 21 tahun yang kini merasa sangat bahagia dibandingkan dengan 2009 yang mencapai 40 persen.

Baca Juga

Penurunan kebahagiaan paling tajam terjadi pada anak perempuan usia tujuh hingga 10 tahun. Hanya 28 persen yang mengatakan mereka bahagia dibandingkan dengan lebih dari setengahnya pada 2009. Ada juga peningkatan kemarahan yang besar di kalangan anak perempuan berusia 11 hingga 21 tahun, karena ‘orang dewasa telah merusak lingkungan’ dan generasi mereka ‘harus menghadapinya’. “Sejujurnya, saya takut dunia kita akan hancur dan kita tidak bisa berbuat apa-apa,” kata seorang anak perempuan kepada para peneliti.

Namun ada tanda-tanda harapan. Semakin banyak anak perempuan yang bersuara dan berkampanye mengenai isu-isu yang mereka pedulikan, aksi protes meningkat dan semakin banyak anak perempuan yang merasa menjadi bagian dari komunitas.

Namun dalam survei terhadap 2.614 anak perempuan dan perempuan muda, banyak yang menggambarkan bagaimana perasaan negatif terhadap citra tubuh, masalah dunia online, dan berkurangnya cita-cita mengikis kesejahteraan mereka. “Mereka terus-menerus menghadapi masalah yang tidak kunjung selesai dan berdampak negatif pada kehidupan mereka,” kata Salt dilansir dari The Guardian, Kamis (14/9/2023).

Anak-anak perempuan merasakan tekanan dan tantangan dari berbagai sudut, mulai dari kekerasan online, hingga pelecehan penampilan dan seksual. Anak perempuan tidak hanya mengkhawatirkan masa depan mereka dan meningkatnya biaya hidup, namun mereka juga mengalami tekanan yang tidak realistis dan perilaku negatif karena mereka perempuan.

Meskipun ada banyak kampanye untuk mengubah cara menggambarkan tubuh perempuan, dua per tiga dari anak-anak berusia 11 hingga 21 tahun terkadang merasa malu dengan penampilannya karena mereka tidak terlihat seperti perempuan di media sosial, angka ini naik dari setengahnya dibanding lima tahun lalu.

Dalam beberapa temuan mengkhawatirkan yang menunjukkan kemunduran dalam kesetaraan gender, jumlah anak perempuan dan perempuan muda yang berpikir bahwa mereka diberi kesempatan yang sama untuk melakukan hal-hal seperti laki-laki, telah menurun sejak 2009.

Hanya satu dari empat anak perempuan yang percaya bahwa komentar seksis ditangani dengan serius di sekolah, dan 44 persen anak usia 11 hingga 21 tahun mengatakan bahwa mereka pernah diteriaki atau disiul dalam perjalanan ke dan dari sekolah. “Sungguh menyedihkan mendengar bahwa kebahagiaan anak perempuan terus menurun selama 15 tahun terakhir,” kata Salt. 

Penindasan online (seperti menerima komentar jahat atau trolling) terhadap kelompok termuda, meningkat hampir dua kali lipat dalam tujuh tahun terakhir. Satu dari lima orang mengatakan orang-orang berkomentar tentang tubuh mereka secara online, lebih dari dua kali lipat sejak 2016.

Hampir seperlima anak perempuan berusia tujuh hingga 10 tahun melaporkan bahwa komentar diberikan kepada mereka tentang tubuh mereka secara online (19 persen), yang meningkat lebih dari dua kali lipat dari delapan persen pada 2016.

Pada 2009, 72 persen dari anak-anak berusia tujuh hingga 21 tahun mengatakan mereka senang dengan penampilan mereka, namun angka tersebut merosot menjadi 59 persen pada 2023 dan sepertiga anak perempuan mengatakan mereka akan mempertimbangkan operasi plastik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement