Selasa 12 Sep 2023 08:14 WIB

Mengapa India Punya Banyak Jagoan IT?

Indonesia pun seharusnya bisa mencontoh kebijakan India soal talenta digitalnya.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Natalia Endah Hapsari
Tenaga kerja India sudah mendominasi Sillicon Valley, tempat perusahaan raksasa teknologi berkumpul./ilustrasi
Foto: [ist]
Tenaga kerja India sudah mendominasi Sillicon Valley, tempat perusahaan raksasa teknologi berkumpul./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang India memang terkenal sebagai tenaga kerja yang berkecimpung dalam dunia teknologi informasi (IT). Ini bisa terlihat dari sejumlah petinggi-petinggi perusahaan besar teknologi yang berasal dari India, seperti CEO Alphabet Sundar Pichai, CEO Microsoft Satya Nadella, CEO Adobe Shantanu Narayen, dan masih banyak lagi. Mengapa orang India cenderung menguasai bidang IT?

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengungkapkan pandanganya. Menurut dia, sejak dulu mereka sudah menerapkan kebijakan yang berfokus pada bidang keilmuan IT. 

Baca Juga

"Ada 80 atau 90 persen lulusan kampus dari sana berasal dari IT atau IT related. Akhirnya apa? Banyak talent dan mereka tersebar di dunia," kata Fithra di kawasan Jakarta Selatan, Senin (11/9/2023).

Karena sejak awal sudah berfokus pada bidang IT, tidak heran jika sekarang India memiliki tenaga kerja yang luar biasa. Hal ini yang bisa ditiru oleh Indonesia. Memang itu tidak dirasakan dalam waktu dekat, tetapi itu bekerja dalam jangka waktu lama. 

"Mereka mau sabar untuk menunggu talentanya. Awalnya mungkin tidak banyak yang terserap karena belum banyak yang terkenal di dunia. Tapi pada akhirnya, kita bisa lihat sekarang," ujar dia. 

Bahkan, tenaga kerja India sudah mendominasi Sillicon Valley, tempat perusahaan raksasa teknologi berkumpul. Ketika negaranya membutuhkan, mereka akan kembali. Akibatnya, yang nantinya akan kekurangan tenaga kerja adalah Amerika Serikat (AS) dan Eropa nantinya. 

Sementara di Indonesia, situasinya berbeda. Menurut Fithra, Indonesia masih "kagetan" dengan adanya sejumlah inovasi teknologi. Pemerintah, kata dia, memiliki kecenderungan mengubah regulasi. "Kalau ada sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak kita, di-banned. Kalau ada yang dianggap mengancam, diregulasi lebih banyak. Itu mungkin permasalahan kita," ucap dia. 

Dia berharap ke depannya, pemerintah bisa lebih banyak memahami dan berkomunikasi dibandingkan hanya sekadar melarang. Dia juga menganjurkan agar pemerintah bersama pelaku-pelaku yang terlibat bisa membangun pemetaan alias roadmap bersama. 

"Kita bisa bersama pelaku-pelaku yang ada membangun roadmap bersama. Bagaimana road mapnya tidak hanya bicara lima tahun ke depan, mungkin 10 atau 20 tahun ke depan," kata dia. 

 

Pengembang lokal

Di sisi lain, Fithra Faisal juga mencatat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang lokal. Salah satunya adalah pengembang lokal dinilai belum memahami pasar yang ada. Kekurangan ini kata dia perlu ditingkatkan lagi. 

"Dalam konteks kreativitas, kita tidak kurang. Tapi yang kurang adalah terkadang developer lokal atau aplikasi kita tidak betul paham pasarnya seperti apa," kata Fithra.

Meskipun memang dari sisi keterampilan (skill) ada keterbatasan, dia menilai itu masih bisa disiasati jika sudah memahami pasar dengan baik. Saat ini ada banyak aktor lokal yang sangat signifikan berkembang di Indonesia, seperti Gojek, Tokopedia, dan masih banyak lagi.

Mereka mampu mengalahkan aktor dari luar, misalnya Uber yang dulu sempat singgah dan harus terpental karena tidak mempunyai aspek lokal. Aspek inilah yang menjadi keunggulan dan perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk mewujudkannya, memang harus diberdayakan para SDM lokal. 

"Harus banyak engagement antar aktor. Karena mungkin banyak talent-talent kita tersebar tapi mereka tidak bisa embrace sehingga tidak ada yang memfasilitasi kreativitas mereka," ujar dia.

Selain itu, Fithra juga menyarankan untuk mendorong para pemain lokal agar lebih berani lagi dengan terjun ke pasar luar negeri. Mereka bisa melihat kebutuhan apa yang dicari di pasar internasional. Menurut dia, banyak pengembang lokal yang khawatir bersaing dengan pengembang luar. 

Dalam hal ini, pemerintah bisa membantu dengan cara mengenalkan pasar, melakukan pelatihan, atau melalui kolaborasi mempertemukan pengembang lokal dan asing.

"Untuk memberikan sinyal positif ke para pengembang lokal, perlu ada yg bawa atau memperkenalkan. Bagaimana pemerintah membawa aplikator lokal kita yang sudah dikurasi di awal untuk bisa mengembangkan di luar," ucap dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement