Selasa 12 Sep 2023 01:05 WIB

Ilmuwan Selidiki Gempa Misterius di Bulan yang Terjadi Berulang

Gempa terjadi berulang di Bulan yang muncul sejak pagi.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Nora Azizah
Para ilmuwan telah menentukan ada empat jenis gempa bulan, yaitu gempa dalam, dangkal, termal, dan jenis yang berasal dari dampak meteorit.
Foto: Science Alert
Para ilmuwan telah menentukan ada empat jenis gempa bulan, yaitu gempa dalam, dangkal, termal, dan jenis yang berasal dari dampak meteorit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat pergi ke Bulan, astronaut Apollo memasang seismometer di permukaan satelit Bumi itu. Instrumen-instrumen tersebut secara mengejutkan mengungkapkan bahwa Bulan mengalami gempa bulan, sama seperti Bumi mengalami gempa bumi.

Dilansir Space, Senin (11/9/2023), faktanya, para ilmuwan telah menentukan ada empat jenis gempa bulan, yaitu gempa dalam, dangkal, termal, dan jenis yang berasal dari dampak meteorit. Tetapi tinjauan baru terhadap data gempa termal yang direkam oleh instrumen misi Apollo 17 telah mengungkap jenis gempa bulan kelima yang tidak terduga, yang berasal dari pangkalan pendarat bulan Apollo 17 itu sendiri. Selama misi Apollo 17, para ilmuwan mengkalibrasi tiga seismometer untuk mencatat gempa termal di Bulan. 

Baca Juga

Perangkat ini, yang ditempatkan di permukaan Bulan, mencatat data dari Oktober 1976 hingga Mei 1977. Gempa termal tersebut disebabkan oleh perubahan suhu intens yang terjadi di Bulan saat transisi dari siang bulan ke malam bulan, yang berkisar dari 121 derajat Celcius hingga -133 derajat Celcius. 

Dengan menggunakan teknik modern, termasuk pembelajaran mesin (ML), para peneliti dari California Institute of Technology menganalisis ulang data tersebut, dan menentukan bahwa gempa termal terjadi dengan keteraturan yang sangat tepat setiap harinya. Tetapi, mereka juga menemukan getaran baru dalam data yang tidak terkait dengan gempa termal, gempa yang hanya terjadi di pagi hari. 

Dengan menelusuri asal muasal gempa misterius tersebut, para peneliti secara mengejutkan menyadari bahwa gempa tersebut berasal dari pangkalan pendarat bulan Apollo 17, yang mengembang dan bergetar setiap pagi saat dipanaskan oleh matahari. Allen Husker, profesor riset geofisika Caltech yang bekerja pada proyek tersebut, dalam sebuah pernyataan, mengatakan setiap pagi di Bulan ketika matahari menyinari wahana pendarat, gempa mulai bermunculan. 

“Setiap lima hingga enam menit terjadi satu kali lagi, selama periode lima hingga tujuh jam Bumi. Kejadian tersebut sangat teratur dan berulang,” kata Husker. 

Jadi, meskipun gempa bulan baru ini mungkin bukan gempa yang disebabkan oleh Bulan, gempa tersebut tetap berkontribusi terhadap pengetahuan seismik kita tentang beda angkasa, dan ini sangat penting untuk perkembangan Bulan di masa depan. Menurut Husker, penting untuk mengetahui sebanyak mungkin data yang ada sehingga kita dapat merancang eksperimen dan misi untuk menjawab pertanyaan yang tepat. 

“Bulan adalah satu-satunya benda planet selain Bumi yang memiliki lebih dari satu seismometer pada satu waktu. Ini memberi kita satu-satunya kesempatan untuk mempelajari benda lain secara menyeluruh,” ujar Husker.

Sebuah instrumen seismik baru-baru saja mendarat di bulan pada Agustus dengan menggunakan pendarat Chandrayaan 3 milik India, dan instrumen tersebut berhasil mencatat bukti-bukti gempa di bulan. Instrumen Aktivitas Seismik Bulan (ILSA), yang terdiri dari enam akselerometer sensitivitas tinggi, mencatat gempa bulan yang tampaknya alami pada 26 Agustus 2023, meskipun sumbernya sedang diselidiki. 

Chandrayaan-3 memasuki mode tidur pada 2 September sebagai persiapan untuk malam lunar. "Melalui penelitian seismik Bulan lebih lanjut, kami diharapkan dapat memetakan kawah di bawah permukaan dan mencari endapannya," kata Husker. 

Dia mengungkapkan ada juga wilayah tertentu di kawah di Kutub Selatan Bulan yang tidak pernah terkena sinar matahari, wilayah tersebut selalu dibayangi. 

“Jika kita bisa memasang beberapa seismometer di sana, kita bisa mencari air es yang mungkin terperangkap di bawah permukaan, gelombang seismik merambat lebih lambat melalui air,” ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement