REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan mengatakan Indonesia perlu memperhatikan kebutuhan masyarakat dalam mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI).
"Buat Indonesia yang mempunyai penduduk 278 juta ini rasanya perlu mengkaji secara lebih serius artificial intelligence ini untuk kepentingan bangsa Indonesia sendiri," kata Firman saat dihubungi pada Rabu (16/8/2023).
Dia menuturkan teknologi kecerdasan buatan impor tidak bisa diadopsi secara utuh untuk masyarakat Indonesia karena pada dasarnya fungsi AI dari negara lain dengan kebutuhan serta nilai kultur masyarakat tidak selamanya selaras.
"Kita tidak bisa memasukkan secara utuh artificial intelligence yang dikembangkan oleh Jerman atau artificial intelligence dikembangkan oleh Jepang. Masyarakatnya beda, pola-polanya beda, algoritmanya beda dengan algoritma masyarakat Indonesia," kata Firman.
"Ketika kita mau menangkap apa kemauan masyarakat, bahasa di Indonesia itu aja sudah bermacam-macam, ada bahasa daerah dari Sabang sampai Merauke, ini ketika dibaca oleh mesin buatan Amerika, Inggris, Jerman, Jepang itu tidak terbaca di Indonesia," tambahnya.
Oleh karena itu, kata Firman, Indonesia perlu memiliki lembaga yang secara khusus mengkaji, merencanakan, serta menerapkan teknologi AI yang dibutuhkan oleh masyarakat di sini.
Berbeda dengan negara maju yang memanfaatkan AI untuk mengefisienkan proses produksi tanpa tenaga manusia karena keterbatasan penduduknya, Indonesia yang memiliki populasi lebih banyak jangan sampai menjadi korban dari teknologi AI yang berpotensi mengurangi lapangan pekerjaan.
Firman juga menekankan pentingnya edukasi di kalangan masyarakat mengenai pemanfaatan AI agar nantinya Indonesia siap secara penuh dalam mengadopsi teknologi itu.
Dalam pengembangan teknologi AI, menurutnya, Indonesia memiliki keunggulan pada sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya. Namun, sumber daya manusia perlu didukung oleh perencanaan dan evaluasi yang matang serta terkoordinasi dengan baik.
"Perlu satu kepemimpinan teknologi, Elon Musk-nya Indonesia, yang menjadi arsitektur yang merancang seperti apa pengembangan teknologi yang akan dicapai lima sampai sepuluh tahun lagi dan bagaimana cara mencapainya," ujar Firman.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam pidatonya saat penyampaian keterangan pemerintah atas RUU APBN TA 2024 beserta nota keuangannya yang dibacakan hari ini menyinggung perihal pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan.
Dia menilai digitalisasi dan kecerdasan buatan akan mendominasi kehidupan ekonomi global dan Indonesia, sehingga adopsi teknologi dengan strategi yang tepat dapat memberikan manfaat signifikan.
"Cepat atau lambat, perkembangan digitalisasi dan artificial intelligent juga akan semakin penting dan mendominasi kehidupan perekonomian dunia termasuk Indonesia. Adopsi teknologi dalam perekonomian dapat memberikan manfaat yang signifikan apabila dihadapi dengan strategi yang tepat," kata Presiden.