Rabu 16 Aug 2023 15:35 WIB

Berlomba-lomba Mendarat di Bulan, Bagaimana Indonesia?

NASA merencanakan serangkaian misi yang semakin kompleks untuk kembali ke bulan.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Natalia Endah Hapsari
Indian Space Research Organisation (ISRO) berhasil meluncurkan misi Chandrayaan-3 pada Jumat (14/7/2023).
Foto: Indian Express
Indian Space Research Organisation (ISRO) berhasil meluncurkan misi Chandrayaan-3 pada Jumat (14/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Rencana Rusia untuk meluncurkan pendarat bulannya belum lama ini bisa dibilang menjadi pemicu sejumlah negara berlomba-lomba menjejakkan kaki di bulan. Sebelum Rusia, sebelumnya tentu kita mengenal Amerika Serikat dan Rusia yang lebih dulu menunjukkan kekuatan untuk mencapai bulan.

Seolah mengejar ketertinggalan dari Amerika Serikat dan Rusia, Cina pun berencana untuk mengirim misi berawak ke Bulan pada tahun 2030 dan berencana membangun pangkalan di sana. Bahkan, negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia itu telah menginvestasikan miliaran dolar dalam program luar angkasa yang dikelola militer.

Baca Juga

Dilansir dari Japan Today, Cina adalah negara ketiga yang menempatkan manusia di orbit pada tahun 2003 dan Tiangong adalah permata mahkota dari program luar angkasanya, yang juga mendaratkan penjelajah di Mars dan Bulan. Roket tak berawak Chang'e-4 mendarat di sisi jauh Bulan pada 2019, dengan misi robot lain ke sisi dekat mengibarkan bendera Cina di sana pada 2020.

Misi tersebut membawa sampel batuan dan tanah kembali ke Bumi, pertama kali dilakukan dalam lebih dari empat dekade.

Setelah Cina, ada Artemis NASA. Misi Artemis 3 NASA akan mengembalikan manusia ke Bulan pada tahun 2025 termasuk wanita pertama dan astronaut non-kulit putih pertama. Di bawah program Artemis, NASA merencanakan serangkaian misi yang semakin kompleks untuk kembali ke bulan dan membangun kehadiran yang berkelanjutan untuk mengembangkan dan menguji teknologi untuk perjalanan akhir ke Mars.

Yang pertama, Artemis 1, menerbangkan pesawat ruang angkasa tanpa awak mengelilingi Bulan pada tahun 2022. Artemis 2, direncanakan pada November 2024, akan melakukan hal yang sama dengan awak di dalamnya.

NASA melihat bulan sebagai tempat pemberhentian untuk misi ke Mars dan telah membuat kesepakatan dengan perusahaan ponsel Finlandia Nokia untuk membuat jaringan 4G di sana. Namun, NASA mengatakan pekan ini bahwa misi Artemis 3 mungkin tidak mendaratkan manusia di bulan, tergantung pada apakah elemen kunci tertentu, termasuk sistem pendaratan yang dikembangkan oleh SpaceX, sudah siap.

Perusahaan Elon Musk memenangkan kontrak untuk sistem pendaratan berdasarkan versi prototipe roket Starship, yang masih jauh dari siap. Penerbangan uji orbit dari Starship tanpa awak berakhir dengan ledakan dramatis pada bulan April.

Ketiga, Luna Rusia. Peluncuran Luna-25 Rusia pada Jumat (11/8/2023) akan menjadi yang pertama ke Bulan sejak 1976 dan menandai dimulainya proyek bulan baru Moskow. Presiden Vladimir Putin ingin memperkuat kerja sama ruang angkasa dengan Cina setelah hubungan dengan Barat putus usai dimulainya invasi Moskow ke Ukraina pada tahun 2022.

Di sisi lain, kemajuan teknologi baru-baru ini telah mengurangi biaya misi dan membuka jalan bagi pemain baru di sektor publik dan swasta untuk terlibat.

Misi luar angkasa terbaru India Chandrayaan-3 memasuki orbit Bulan pada Agustus menjelang upaya pendaratan bulan kedua negara itu akhir bulan ini. Tapi pergi ke Bulan bukanlah tugas yang mudah. SpaceIL nirlaba Israel meluncurkan pendarat bulan Beresheet pada 2019, tetapi jatuh.

Pada bulan April tahun ini ispace Jepang adalah perusahaan terbaru yang mencoba, dan gagal, dalam upaya bersejarah untuk menempatkan pendarat bulan pribadi di Bulan. Dua perusahaan AS lainnya, Astrobotic dan Intuitive Machines, akan mencobanya akhir tahun ini.

Setelah ini boleh jadi ada sebuah pertanyaan yang muncul di benak kita: Kapan giliran Indonesia?

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement