Rabu 26 Jul 2023 17:02 WIB

Ini Penyebab OpenAI Gagal Buat Alat Pendeteksi Teks

OpenAI memutuskan untuk mengakhiri pengklasifikasi AI.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
 Setelah ChatGPT OpenAI muncul dan menjadi salah satu aplikasi dengan pertumbuhan tercepat yang pernah ada, banyak pengguna berebut untuk memahami teknologinya./ilustrasi
Foto: Universitas Bina Sarana Informatika
Setelah ChatGPT OpenAI muncul dan menjadi salah satu aplikasi dengan pertumbuhan tercepat yang pernah ada, banyak pengguna berebut untuk memahami teknologinya./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---OpenAI menarik alat yang bisa mendeteksi tulisan manusia hasil dari kecerdasan buatan (AI) karena tingkat akurasi yang rendah. Dalam tulisan blog yang terbaru, OpenAI menyatakan memutuskan untuk mengakhiri pengklasifikasi AI pada 20 Juli. “Kami sedang bekerja untuk memasukkan umpan balik dan saat ini sedang meneliti teknik sumber yang lebih efektif untuk teks,” kata perusahaan itu, seperti dikutip dari The Verge, Rabu (26/7/2023).

Setelah mematikan alat untuk mendeteksi tulisan yang dihasilkan AI ini, OpenAI mengatakan berencana untuk "mengembangkan dan menerapkan mekanisme yang memungkinkan pengguna untuk memahami jika konten audio atau visual dihasilkan AI." Namun, belum ada kabar tentang mekanisme seperti apa yang dimaksud.

Baca Juga

OpenAI sepenuhnya mengakui pengklasifikasi tidak pernah terlalu akurat menangkap teks yang dihasilkan AI dan memperingatkan bahwa itu bisa mengeluarkan positif palsu, alias teks tulisan manusia yang ditandai sebagai buatan AI. OpenAI sendiri sempat mengatakan pengklasifikasian ini bisa menjadi lebih baik dengan lebih banyak data.

Setelah ChatGPT OpenAI muncul dan menjadi salah satu aplikasi dengan pertumbuhan tercepat yang pernah ada, banyak pengguna berebut untuk memahami teknologinya. Beberapa sektor memperingatkan seputar teks dan seni yang dihasilkan AI, terutama pendidik yang khawatir siswa tidak akan lagi belajar dan membiarkan ChatGPT mengerjakan pekerjaan rumah mereka.

Sekolah-sekolah di New York, Amerika Serikat, bahkan melarang akses ke ChatGPT di halaman sekolah di tengah kekhawatiran tentang akurasi, keamanan, dan kecurangan. Informasi yang salah melalui AI juga menjadi perhatian, dengan penelitian yang menunjukkan teks yang dihasilkan AI, seperti cuitan, mungkin lebih meyakinkan daripada yang ditulis oleh manusia.

Pemerintah sejumlah negara pun belum menemukan cara mengendalikan AI dan, sejauh ini, menyerahkannya kepada masing-masing kelompok dan organisasi untuk menetapkan aturan mereka sendiri. Industri juga dibiarkan mengembangkan tindakan perlindungan mereka sendiri untuk menangani serangan gencar teks yang dihasilkan komputer.

Tampaknya untuk saat ini, tidak seorang pun, bahkan perusahaan yang memunculkan teknologi AI generatif ini, memiliki jawaban tentang cara menangani semua itu. Meskipun beberapa orang ketahuan, hanya akan semakin sulit untuk membedakan AI dan pekerjaan manusia dengan mudah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement