REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, mengingatkan dampak perubahan iklim yang nyata dan berdampak pada ketahanan pangan nasional. Dia menyebut, perubahan iklim jelas berdampak pada hasil panen dan gagal tanam.
"Tahun 2050 mendatang jumlah penduduk dunia diperkirakan menembus angka 10 miliar. Jika ketahanan pangan negara-negara di dunia lemah, maka akan terjadi bencana kelaparan akibat jumlah produksi pangan yang terus menurun sebagai dampak dari perubahan iklim," kata Dwikorita dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Jumat (7/7/2023)
Dia menjelaskan, bencana kelaparan dalam prediksi organisasi pangan dunia FAO akan terjadi di tahun 2050 adalah ancaman nyata. Situasi ini. bukan hanya menjadi ancaman bagi Indonesia atau negara berkembang saja, tetapi seluruh dunia jika tidak memiliki langkah nyata penyelesaiannya.
Menurut Dwikorita, ketersediaan sumber daya alam di Indonesia sejauh ini memang masih melimpah karena kondisi geografis di Indonesia memungkinkan panen setiap tahunnya. Namun demikian, jika tidak direspon secepat mungkin, Indonesia akan mengalami bencana kelaparan pada 2050.
Ketahanan pangan nasional Indonesia, lanjut Dwikorita, juga dihadapkan pada tantangan besar berupa kenaikan populasi penduduk di tengah produksi pangan yang cenderung stagnan.
"Suhu atau temperatur bumi secara global saat ini naik 1,2 derajat celsius. Angka tersebut dipandang sebagai angka yang kecil, padahal itu adalah angka yang besar dan mematikan. Banyak fenomena ekstrem, bencana hidro-meteorologi yang diakibatkan pemanasan global tadi," jelas dia.
Dwikorita mengatakan, risiko tidak adanya intervensi kebijakan berpotensi merugikan ekonomi di Indonesia periode 2020-2024 yang mencapai angka Rp544 triliun. Dia menilai, kebijakan ketahanan iklim menjadi salah satu prioritas yang dinilai mampu menghindari potensi kerugian ekonomi sebesar Rp281,9 triliun hingga tahun 2024 mendatang.
"Dalam RPJMN, BMKG diberikan mandat untuk mendukung peningkatan kualitas lingkungan hidup dan peningkatan ketahanan bencana dan iklim. Hal ini sangat penting karena berdasarkan hitung-hitungan Kementerian Keuangan, kerugian ekonomi akibat bencana diperkirakan mencapai rata-rata Rp22,8 triliun per tahunnya," ujarnya.
Dia menambahkan, data dari BMKG bisa bisa berdampak pada berbagai sektor. "Khusus di sektor pertanian, BMKG terus melakukan penguatan literasi iklim dan cuaca kepada para petani dan penyuluh pertanian sebagai langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sekolah lapang iklim (SLI) terus digelar di seluruh penjuru Indonesia dengan menyasar berbagai komoditas unggulan pertanian," tuturnya.