REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Saat musim kemarau tiba, Indonesia masih sering diguyur hujan. Mengapa ini bisa terjadi?
Dalam siaran pers yang dipublikasikan pada 16 Juli 2022, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan curah hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih berpotensi mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia selama sepekan (16 sampai 23 Juli 2022), meskipun telah memasuki musim kemarau.
Dalam siaran pers tersebut, BMKG menjelaskan hal ini disebabkan oleh masih aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional yang cukup signifikan. Di antaranya, yaitu fenomena La Nina yang pada bulan Juli diidentifikasi masih cukup aktif dengan kategori lemah.
"Kondisi tersebut masih turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia," ungkap Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto dalam siaran pers tersebut seperti dikutip dari website BMKG, Senin (19/6/2023).
Selain La Nina, fenomena Dipole Mode di wilayah Samudra Hindia saat ini juga menunjukkan indeks yang cukup berpengaruh dalam memicu peningkatan curah hujan terutama di wilayah Indonesia bagian barat.
Sementara itu, dalam skala regional, terdapat beberapa fenomena gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan, yaitu Madden Jullian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby yang terjadi pada periode yang sama.
"Adanya pola belokan angin dan daerah pertemuan serta perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sekitar Sumatra bagian selatan dan di Jawa bagian barat, juga mampu meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut didukung dengan anomali suhu muka laut positif yang dapat meningkatkan potensi uap air di atmosfer," katanya memaparkan.
Menurut Guswanto, meskipun saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau, namun, karena adanya fenomena-fenomena atmosfer tersebut memicu terjadinya dinamika cuaca yang berdampak masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Sementara itu, dilansir dari laman WMFY, Senin (19/6/2023), ahli meteorologi Grant Gilmore menjelaskan mengapa hujan lebih sering turun di musim panas atau kemarau. Menurutnya udara yang lebih hangat mampu menguapkan lebih banyak air ke atmosfer. Massa udara dengan lebih banyak uap air yang tersedia untuk diendapkan secara alami akan menciptakan lebih banyak presipitasi.
Meskipun ini bukan satu-satunya alasan, ini adalah alasan utama curah hujan yang lebih tinggi selama bulan-bulan musim panas. Faktor lain yang berkontribusi terhadap curah hujan yang lebih besar di musim panas adalah daerah tropis.