Rabu 07 Jun 2023 23:00 WIB

Tantangan Bagi Keamanan Jaringan di Era Kerja Hybrid Makin Beragam

Menurut survei, 96% responden di Indonesia menggunakan model kerja hybrid.

Model kerja hybrid.
Foto: www.freepik.com
Model kerja hybrid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fortinet mengungkap temuan survei SASE Asia-Pasifik baru yang ditugaskan kepada IDC. Laporan ini didasarkan pada survei terbaru yang dilakukan IDC di sembilan negara Asia/Pasifik yang menjajaki perspektif para pemimpin keamanan siber tentang kerja hybrid, khususnya bagaimana hal tersebut berdampak terhadap perusahaan mereka selama setahun terakhir serta strategi mereka untuk memitigasi tantangan keamanan yang timbul dari pelaksanaan kerja hybrid.

Temuan penting dari survei tersebut yang pertama adalah munculnya 'Branch-Office-of-One'. Menurut survei, 96% responden di Indonesia menggunakan model kerja hybrid atau jarak jauh, sementara lebih dari setengahnya (54%) memiliki sekurang-kurangnya 50% karyawan yang bekerja secara hybrid

Baca Juga

Perpindahan ke model kerja jarak jauh ini mengakibatkan para karyawan menjadi sejumlah 'branch office of one’ atau ‘kantor cabang berpegawai satu orang’, yang bekerja dari rumah atau lokasi lain di luar kantor tradisional. 

Sebagai akibatnya, 86% responden di Indonesia mengantisipasi lonjakan jumlah perangkat terkelola hingga lebih dari 100% dalam dua tahun mendatang (beberapa responden bahkan memperkirakan peningkatan sebesar 400%).

Selain itu, 80% responden di Indonesia memperkirakan jumlah perangkat tidak terkelola akan tumbuh lebih dari 50%, sehingga kompleksitas dan risiko pelanggaran keamanan kian bertambah dan memperberat beban tim keamanan TI yang saat ini pun telah kelebihan beban.

Kedua, perangkat tidak terkelola Merupakan Risiko. Semakin lazimnya sistem cloud dan kerja jarak jauh mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah pengguna, perangkat, dan data yang berlokasi di luar jaringan perusahaan.

Saat ini, lebih dari 30% perangkat yang terhubung ke jaringan di Indonesia tidak terkelola, sehingga memperbesar peluang terjadinya pelanggaran keamanan. Responden survei di Indonesia memperkirakan angka ini akan terus bertambah, dengan 80% responden memperkirakan peningkatan sebesar 50% hingga 2025.

Ketiga, perlunya mengamankan cloud. Seiring meningkatnya kerja hybrid, karyawan memerlukan beberapa koneksi ke sistem eksternal dan aplikasi cloud agar tetap produktif. Responden survei mengindikasikan bahwa karyawan mereka di Indonesia memerlukan hampir 30 koneksi ke aplikasi cloud pihak ketiga, dan ini memperbesar peluang terjadinya pelanggaran keamanan.

Dalam dua tahun mendatang, 100% responden di Indonesia memperkirakan angka ini akan meningkat dua kali lipat, sementara lebih dari 74% responden merasa angka ini akan meningkat tiga kali lipat, sehingga risiko pun semakin besar.

Menjaga keamanan jaringan sambil tetap memastikan konektivitas karyawan ke layanan pihak ketiga dan layanan berbasis cloud merupakan tantangan besar, karena langkah pengamanan tradisional masih kurang memadai.

Kelima, meningkatnya insiden keamanan kerja hybrid dan pertumbuhan koneksi terkelola dan tidak terkelola menyebabkan lonjakan besar dalam jumlah insiden keamanan, dengan 74% perusahaan yang disurvei di Indonesia melaporkan peningkatan pelanggaran keamanan lebih dari tiga kali lipat.

Berdasarkan Survei, 82% responden di Indonesia pernah mengalami sekurang-kurangnya 2X peningkatan insiden keamanan. Insiden keamanan yang paling banyak terjadi antara lain phishing, denial of service (DoS), pencurian data/identitas, ransomware, dan kehilangan data.

Namun, hanya 49% perusahaan di seluruh Asia yang memiliki personel keamanan khusus, menjadikan mereka lebih rentan terhadap insiden dan pelanggaran keamanan.

"Untuk mengatasi tantangan kerja hybrid, banyak perusahaan di Indonesia berencana berinvestasi pada solusi SASE Vendor Tunggal untuk meningkatkan postur keamanan sekaligus memberikan pengalaman pengguna yang konsisten bagi karyawan jarak jauh," kata Country Director Fortinet Indonesia Edwin Lim, seperti dilansir pada Rabu (7/6/2023). 

Kebutuhan akan solusi komprehensif yang memberikan postur keamanan yang konsisten bagi pengguna, baik di dalam maupun di luar jaringan, dengan tetap menyederhanakan pengelolaan kebijakan keamanan dan meningkatkan pengalaman pengguna bagi karyawan jarak jauh telah mendorong banyak perusahaan menjajaki SASE.

Saat menerapkan SASE untuk mengelola layanan jaringan dan keamanan, perusahaan mencari platform yang terkonvergensi untuk merampingkan proses operasionalnya. Berdasarkan survei, 86% responden di seluruh Indonesia lebih menyukai vendor tunggal untuk kapabilitas jaringan dan keamanan, sementara 68% mengonsolidasikan vendor keamanan TI mereka. 

Lebih dari setengah (80%) responden memilih vendor tunggal untuk layanan keamanan yang diberikan melalui cloud dan SDWAN dengan menyebutkan berbagai manfaat seperti berkurangnya kesenjangan keamanan, peningkatan kinerja jaringan, kemudahan penerapan, dan kemampuan untuk mengatasi tantangan integrasi dan penyekalaan.

“Saat Indonesia terus merangkul masa depan digital dan menjadi pemimpin dalam ekonomi digital, kita harus semakin menyadari bertambahnya frekuensi dan kecanggihan serangan siber dan pelanggaran data," ujar dia.

Dia mengatakan, Kurangnya tenaga ahli dalam industri keamanan siber semakin mempersulit situasi ini. Di Fortinet, pihaknya berkomitmen menjembatani kesenjangan keahlian serta memberikan pengetahuan dan kesadaran yang diperlukan tentang keamanan siber kepada seluruh karyawan perusahaan. 

"Solusi SASE Vendor Tunggal kami bertujuan menyederhanakan pengelolaan kebijakan keamanan dan meningkatkan pengalaman pengguna bagi karyawan jarak jauh, guna membantu perusahaan Indonesia mengatasi tantangan keamanan akibat perubahan tenaga kerja," kata dia.

Edwin Lim juga mengingatkan ancaman siber pada digitalisasi, karena saat ini banyak industri perbankan, jasa keuangan, dan asuransi (BFSI) tradisional ingin mengadopsi model bisnis digital.

“Disrupsi memang menciptakan peluang dan tantangan, tetapi risiko dan agenda perlindungan regulasi tetap menjadi fokus utama yang harus disikapi oleh institusi di Indonesia,” kata Edwin, seperti dilansir dari Antara

Vice President of Marketing and Communications Asia & ANZ Rashish Pandey menambahkan, saat dunia bergeser ke model kerja hybrid, perusahaan menghadapi tantangan dalam mengamankan lingkungan 'branch-office-of-one', tempat karyawan dan perangkat beroperasi di luar batas-batas kantor tradisional. 

"Survei ini menggarisbawahi betapa pentingnya strategi keamanan komprehensif bagi perusahaan, yang mampu mengatasi kompleksitas dan risiko yang muncul akibat pertumbuhan kerja jarak jauh. SASE Vendor Tunggal, dengan kapabilitas jaringan dan keamanan yang terkonvergensi, terbukti menjadi dobrakan bagi perusahaan yang mencari postur keamanan yang sederhana namun konsisten bagi pengguna di dalam dan di luar jaringan."

Adapun survei ini dilakukan kepada 450 pemimpin keamanan siber dari sembilan lokasi di Asia (Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam) 

Responden survei berasal dari sembilan industri, yaitu Manufaktur (14%), Ritel (13%), Logistik (14%), Pelayanan Kesehatan (13%), Layanan Keuangan (10%), dan Sektor Publik (11%).

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement