Jumat 21 Apr 2023 18:00 WIB

Jangan Lengah, Pencuri Data Pribadi Masih Merajalela

Hampir 30 persen masyarakat Indonesia pernah mengalami pencurian data pribadi.

Ancaman siber paling umum tetapi efektif yang sering terjadi adalah phishing, yang sebenarnya dapat dicegah dengan kesadaran pengguna.
Foto: Unsplash
Ancaman siber paling umum tetapi efektif yang sering terjadi adalah phishing, yang sebenarnya dapat dicegah dengan kesadaran pengguna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Survei yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2021 menemukan bahwa hampir 30 persen masyarakat Indonesia pernah mengalami pencurian serta penyalahgunaan data pribadi.

Baru-baru ini, muncul berita tentang salah satu warga Indonesia yang data pribadinya dicuri sekitar empat tahun yang lalu dan mendapati bahwa penipu telah menyamar sebagai dirinya untuk mengajukan beberapa pinjaman daring. Hal ini menyoroti bahwa pencurian identitas termasuk risiko terkait pencurian keuangan dan pengambilalihan akun akan terus menjadi masalah merugikan yang menghantui masyarakat Indonesia.

Baca Juga

“Pencurian identitas merupakan salah satu dampak utama dari peretasan data. Hal ini sangat memprihatinkan, terutama karena berdasarkan laporan BSSN kasus peretasan data merupakan serangan siber kedua yang paling umum terjadi di Indonesia pada tahun 2022, menurut BSSN,” ujar Ian Lim, field chief security officer, APJ, Palo Alto Networks, dalam siaran pers, Jumat (21/4/2023). 

Menurut Lim, baik organisasi maupun individu memiliki peran dalam menghindari kebocoran data, serta melawan pencurian identitas untuk memastikan keamanan data pribadi.

Palo Alto Networks membagikan beberapa tip bagi individu untuk dapat mengenali penipuan atau taktik yang berkaitan dengan pencurian identitas secara cepat. Berikut di antaranya:

-Menerapkan langkah-langkah kebersihan identitas dan pengamanan akun yang baik: Seluruh akun digital perlu diamankan dengan menggunakan kata sandi yang rumit (bukan "1234" atau "password"), serta melalui proses verifikasi dua langkah.

-Jangan mudah mempercayai email, SMS, atau panggilan telepon yang tidak dikenal: Berhati-hatilah terhadap pesan dari sumber yang tidak dikenal, meskipun pesan tersebut terlihat valid, serta hindari memasukkan informasi sensitif (seperti kredensial login dan akses akun email) melalui telepon, email, atau platform yang tidak aman.

-Perbarui perangkat lunak dan perangkat secara teratur: Individu perlu mengaktifkan pembaruan otomatis untuk OS pilihan mereka atau secara manual mematikan dan menyalakan ulang perangkat secara berkala jika opsi pembaruan otomatis tidak tersedia.

“Yang terpenting, baik organisasi maupun individu perlu mengambangkan pola pikir zero trust, yang menjadi dasar bagi seluruh tindakan manajemen identitas. Validasi dan verifikasi yang berkelanjutan sebelum memberikan akses terhadap akun digital harus dipraktikkan untuk semua akun dan  aktivitas online,” kata Ian.

 

 

sumber : siaran pers
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement