Selasa 18 Apr 2023 16:30 WIB

Ilmuwan Berhasil Merekayasa Bakteri untuk Lawan Kanker

Bakteri tersebut bernama staphylococcus epidermidis yang diambil dari bulu tikus.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Para peneliti di Stanford Medicine berhasil merekayasa bakteri untuk melawan kanker pada tikus  (ilustrasi)
Foto: elearningmag.com
Para peneliti di Stanford Medicine berhasil merekayasa bakteri untuk melawan kanker pada tikus (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Para peneliti di Stanford Medicine telah membuat penemuan menjanjikan yang dapat mengarah pada pengobatan kanker baru di masa depan. Para ilmuwan melakukan tes dengan mengubah genom mikroba dan bakteri berbasis kulit untuk melawan kanker. Mikroba yang diubah ini dioleskan ke tikus yang terkena kanker. Hasilnya, tumor mulai menghilang.

Bakteri tersebut bernama staphylococcus epidermidis, yang diambil dari bulu tikus dan diubah untuk menghasilkan protein yang merangsang sistem kekebalan terhadap tumor tertentu. Eksperimen itu tampaknya sukses besar, dengan bakteri yang dimodifikasi membunuh jenis kanker kulit metastatik agresif setelah dioleskan dengan lembut ke bulu tikus. Hasilnya juga dicapai tanpa peradangan.

Baca Juga

“Rasanya hampir seperti sulap,” kata Michael Fischbach, PhD seorang profesor bioteknologi di Stanford, seperti dikutip dari Engadget, Selasa (18/4/2023).

Tikus-tikus itu disebut memiliki tumor yang sangat agresif yang tumbuh di bagian panggul. Peneliti memberi perawatan yang lembut dengan hanya mengambil sedikit bakteri dan mengoleskannya di bulu bagian kepala tikus.

Para ilmuwan pun menemukan bahwa sel staph epidermidis memicu produksi sel kekebalan yang disebut sel T CD8. Para peneliti pada dasarnya membuat S. epidermidis agar memproduksi sel T CD8 yang menargetkan antigen tertentu.

Dalam hal ini, antigen terkait dengan tumor kanker kulit. Ketika menemukan tumor yang cocok, sel itu mulai berkembang biak dengan cepat dan mengecilkan massa, atau menghilangkan seluruhnya.

“Menyaksikan tumor itu menghilang, terutama di tempat yang jauh dari tempat kami mengoleskan bakteri sangat mengejutkan,” kata Fischbach.

Peneliti disebut butuh beberapa saat untuk percaya itu terjadi. Meski begitu, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, eksperimen ini dilakukan pada tikus. Manusia dan tikus secara biologis serupa dalam banyak hal, tetapi banyak perawatan yang berhasil pada tikus, sebaliknya, tidak berguna bagi manusia.

Peneliti Stanford tidak tahu apakah S. epidermidis memicu respons kekebalan pada manusia, meskipun kulit manusia dipenuhi dengan bahan tersebut. Jadi peneliti mungkin perlu menemukan mikroba lain untuk diubah. Selain itu, perawatan ini dirancang untuk mengobati tumor kanker kulit dan dioleskan. Masih harus dilihat apakah manfaatnya terbawa ke kanker yang berkembang di dalam tubuh.

Dengan demikian, tim Stanford mengatakan mereka berharap uji coba manusia akan dimulai dalam beberapa tahun ke depan. Meskipun lebih banyak pengujian diperlukan pada tikus dan hewan lain sebelum melanjutkan dengan manusia. Ilmuwan berharap pengobatan ini nantinya bisa diarahkan pada semua jenis penyakit menular, tak hanya sel kanker. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement