Selasa 11 Apr 2023 09:35 WIB

Benarkah Indonesia akan Alami Suhu Panas Mendidih? Ini Klarifikasi BMKG

Kondisi ekstrem untuk level ultraviolet itu lazim terjadi sebenarnya.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Natalia Endah Hapsari
Kondisi ekstrem pada indeks ultraviolet lazim dijumpai pada saat puncak intensitas sinar matahari pada siang hari../Ilustrasi
Foto: pixabay
Kondisi ekstrem pada indeks ultraviolet lazim dijumpai pada saat puncak intensitas sinar matahari pada siang hari../Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Kabar terbaru beredar mengenai Indonesia akan mengalami cuaca ekstrem bahkan sampai panas mendidih. Benarkah demikian?

Bidang Informasi Kualitas Udara, Kedeputian bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Alberth Nahas, PhD, menjelaskan informasi ini diperoleh dari data prediksi indeks ultraviolet di Indonesia. Jadi memang untuk infeksi ultraviolet itu ada beberapa levelnya, sampai yang paling tinggi adalah level ekstrem.

Baca Juga

Pada level ekstrem ini memang dampaknya bisa menyebabkan kalau terpapar sinar UV untuk individu yang sensitif bisa menyebabkan kerusakan atau iritasi terutama kulit dan mata.

Namun, ada beberapa hal yang perlu diklarifikasikan menurut Alberth. Pertama kondisi level ekstrem untuk level ultraviolet itu lazim terjadi sebenarnya. Jika dilihat dari data BMKG, selalu dijumpai level ekstrem. Karena memang kondisi ini lazim dijumpai pada saat puncak intensitas sinar matahari pada siang hari.

"Itu bukan berarti suhunya mendidih karena terlalu panas, karena itu memang risiko paparannya. Indeks UV itu menggambarkan risiko paparannya," katanya ketika dihubungi Republika co.id, Senin (10/4/2023).

Maka itu, di dalam informasi yang diberikan biasanya diberikan keterangan seperti langkah-langkah preventif yang harus dilakukan kalau memang harus beraktivitas di luar, khususnya untuk individu yang sensitif terhadap penyakit kulit dan mata.

Dengan adanya indikasi yang diberikan oleh sinar ultraviolet itu, lanjutnya, kita bisa mengetahui waktu terjadi kondisi paparan indeks UV-nya tinggi atau ekstrem sehingga kita bisa mengambil langkah antisipasinya. "Dan ini sebenarnya tidak langsung berkorelasi atau berhubungan dengan suhu udara karena ada perbedaan prosesnya," katanya.

Ia menambahkan, kalau indeks UV ini kan memang dilihat dari berapa besar potensi radiasi sinar ultraviolet yang masuk atau mencapai ke permukaan yang bisa dirasakan kita di permukaan bumi. "Ini tidak serta merta berdampak pada peningkatan suhu udara dan akhirnya membuat suhu udara sangat panas," tambahnya.

Memang pada periode tertentu bisa ada korelasinya, tapi tidak akan menyebabkan peningkatan temperatur yang sangat signifikan dengan adanya level UV ekstrem.

Khusus untuk wilayah Indonesia karena dikelilingi lautan serta berada di wilayah tropis, biasanya kelembaban udara kita relatif tinggi. Kelembapan udara relatif tinggi ini akan mengurangi dampak dari paparannya. Kondisi ini sedikit berbeda dengan wilayah seperti Australia, Brasil, Meksiko dan negara yang ada di lintang menengah.

"Mereka biasanya berisiko terhadap paparan sinar UV-nya lebih tinggi karena selain memang wilayahnya dilintasi oleh matahari, mereka juga memiliki kelembaban yang relatif lebih rendah, makanya risikonya menjadi lebih besar di negara-negara tersebut, berbeda dengan Indonesia, lebih basah," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement