Jumat 31 Mar 2023 20:05 WIB

Ketika Elon Musk dan Pakar IT Serukan Setop Perlombaan AI

Sistem AI dinilai dapat menimbulkan risiko besar bagi masyarakat dan kemanusiaan.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Natalia Endah Hapsari
Sistem AI dinilai dapat menimbulkan risiko besar bagi masyarakat dan kemanusiaan. Ini terlihat dari internet yang mulai dibanjiri disinformasi dan mengotomatiskan pekerjaan./ilustrasi
Foto: UNM
Sistem AI dinilai dapat menimbulkan risiko besar bagi masyarakat dan kemanusiaan. Ini terlihat dari internet yang mulai dibanjiri disinformasi dan mengotomatiskan pekerjaan./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Belakangan ini, teknologi kecerdasan buatan (AI) mendapat sorotan publik. Sejak ChatGPT diluncurkan tahun lalu, perusahan-perusahaan teknologi berlomba-lomba membuat produk AI.

Microsoft langsung menggaet OpenAI, perusahaan yang merilis ChatGPT. Tak mau kalah, Google juga membuat produk AI bernama Bard.

Baca Juga

Di tengah persaingan sengit ini, Elon Musk dan para ilmuwan komputer menyerukan untuk menghentikannya. Pada Rabu, mereka membuat surat terbuka sebagai tanggapan terhadap peluncuran GPT-4, alat terbaru chatbot AI.

Dalam surat tersebut, mereka memperingatkan bahwa sistem AI dapat menimbulkan risiko besar bagi masyarakat dan kemanusiaan. Ini terlihat dari internet yang mulai dibanjiri disinformasi dan mengotomatiskan pekerjaan.

Laboratorium AI terjebak dalam perlombaan di luar kendali untuk mengembangkan dan menerapkan pikiran digital yang semakin kuat. Bahkan, pembuatnya pun tidak dapat memahami, memprediksi, atau mengontrol dengan andal.

“Kami meminta semua laboratorium AI untuk segera menghentikan pelatihan sistem AI yang lebih kuat dari GPT-4, setidaknya selama 6 bulan. Jeda ini harus bersifat publik dan dapat diverifikasi serta mencakup semua aktor kunci. Jika jeda seperti itu tidak dapat diberlakukan dengan cepat, pemerintah harus turun tangan,” kata surat itu, dikutip Japan Today, Jumat (31/3/2023).

Pemerintahan sejumlah negara sudah mengatur alat AI berisiko tinggi. Inggris merilis sebuah makalah pada Rabu yang menguraikan pendekatannya dan akan menghindari undang-undang yang dapat menghambat inovasi. Sementara itu, anggota parlemen di 27 negara Uni Eropa telah menegosiasikan pengesahan aturan AI.

 

Siapa yang menandatangani surat?

Surat tersebut dibuat oleh organisasi nirlaba Future of Life Institute yang menyatakan penandatangan yang dikonfirmasi termasuk perintis AI pemenang Penghargaan Turing Yoshua Bengio dan peneliti AI terkemuka lainnya seperti Stuart Russell dan Gary Marcus.

Orang lain yang bergabung termasuk mantan kandidat presiden AS Andrew Yang dan Rachel Bronson Wozniak, presiden Buletin Ilmuwan Atom, sebuah kelompok advokasi berorientasi sains yang dikenal karena peringatannya terhadap perang nuklir yang mengakhiri kemanusiaan.

Ada Elon Musk juga yang merupakan bos Tesla, Twitter, dan SpaceX. Dia merupakan salah satu pendiri OpenAI dan investor awal yang telah lama menyatakan keprihatinan tentang risiko eksistensial AI.

 

Bagaimana tanggapannya?

OpenAI, Microsoft dan Google tidak merespons permintaan konfirmasi terkait hal tersebut, tetapi banyak yang meragukan surat itu. “Jeda adalah ide yang bagus, tetapi surat itu tidak jelas dan tidak menganggap serius masalah peraturan,” kata profesor hukum digital dan informasi Cornell University James Grimmelmann.

Surat itu memunculkan momok AI jahat yang jauh lebih cerdas daripada yang ada. Padahal itu bukan AI super yang dikhawatirkan oleh beberapa orang.

Meskipun mengesankan, alat seperti ChatGPT hanyalah sebuah generator teks yang membuat prediksi tentang kata-kata apa yang akan menjawab instruksi yang diberikan. 

Profesor dari New York University Gary Marcus yang menandatangani surat itu tidak setuju dengan orang lain yang khawatir tentang prospek jangka pendek dari mesin cerdas yang pintar.

Dia mengaku lebih khawatir pada AI yang biasa saja dan digunakan secara luas, termasuk oleh penjahat atau teroris untuk mengelabui orang atau menyebarkan informasi salah.

“Teknologi saat ini telah menimbulkan risiko yang sangat besar yang tidak kami persiapkan dengan baik. Dengan teknologi masa depan, segalanya bisa menjadi lebih buruk,” kata dia dalam blognya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement