REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan rintisan (startup) tetap perlu memahami teknologi kecerdasan buatan (artifical intelligent/AI) meskipun tidak memanfaatkan atau menggunakan teknologi tersebut di inti bisnisnya, begitu menurut pandangan CTO GDP Venture On Lee.
On Lee menilai pengetahuan tentang AI dapat menunjukkan suatu perusahaan rintisan, termasuk para pendirinya, tidak mengabaikan perkembangan teknologi yang terjadi di dunia. "Kalau saya bilang, enggak semua (startup) harus pakai AI. Tapi yang saya minta dari founder-nya, kalau dia enggak pakai AI, saya mau tahu, kenapa?" kata On Lee di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Menurutnya, tak masalah kalau memang alasan suatu startup tak memakai AI masuk akal. Hanya saja, sebagai pemodal ventura, ia tak mau dengar alasan tidak tahu.
"Alasannya "Saya enggak tahu AI jadi saya enggak pakai AI". Nah, kalau begitu kita enggak bakal fund ke company kayak gitu, out of ignorance," ujar dia.
Menurut On Lee, perbincangan AI memang menjadi viral dalam beberapa bulan belakangan semenjak kemunculan ChatGPT. Namun, dia mengingatkan bahwa AI sebetulnya sudah ada di dalam teknologi yang selama ini digunakan yaitu ponsel pintar. Hanya saja, AI yang dikembangkan ChatGPT sudah jauh lebih mumpuni.
"Teknologi AI juga tidak menggantikan pekerjaan manusia sepenuhnya," imbuh On Lee.
Menurut dia, kehadiran AI dapat memperkuat dan mendukung kemampuan pekerja yang selama ini mengandalkan teknologi. Kehadiran AI, di sisi lain, justru dapat menggantikan pekerjaan manusia apabila pekerja tidak memanfaatkan teknologi, apapun jenisnya. Oleh sebab itu, pekerja juga dituntut untuk terus meningkatkan kemampuannya sehingga dapat bekerja dengan teknologi terkini.
"Artinya kita harus update. Kita punya skill of the latest technology to help to do our job," kata On Lee.
Senada, Investment Partner GDP Venture Antonny Liem menambahkan, teknologi-teknologi terbaru, termasuk AI hingga blockchain, merupakan suatu hal fundamental yang membawa perubahan pada kebiasaan manusia di masa depan. Artinya, meskipun suatu perusahaan mungkin tidak akan dan tidak perlu memakai AI, tapi mereka tetap harus mengerti.
"Tahu one is happening. Kalau enggak, kamu sulit," kata Antonny.
Antonny memberi contoh, suatu perusanaan tidak tahu ke depan bisnisnya bisa digantikan oleh AI. Hal itu jadi ancaman jika perusahaan tak paham soal AI.
Antonny menambahkan pengetahuan tentang perkembangan teknologi perlu dimiliki oleh perusahaan rintisan, tidak perlu detail tapi harus diketahui secara fundamental dan prinsip. Dengan begitu, strategi bisnis yang dibuat nantinya tidak salah kaprah.
Dia mengamini bahwa AI dalam beberapa bulan terakhir menjadi perbincangan lahan bisnis yang jauh lebih "seksi". Meski begitu, investor masih memantau pergerakan potensi bisnis terkait AI. Di sisi lain, bagi Antonny pribadi, perusahaan yang memahami dan mampu memanfaatkan AI akan jauh lebih menarik dari sudut pandang investor.