Kamis 09 Mar 2023 19:00 WIB

Eks Dirjen di Kemenhan Disebut Sempat Menolak Proyek Pengadaan Satelit Berujung Korupsi

Agus Purwoto kini juga ikut berstatus terdakwa di kasus pengadaan satelit Kemenhan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Para saksi menghadiri sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
Foto: Republika.co.id/Rizky Suryarandika
Para saksi menghadiri sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto disebut sempat menolak proyek pengadaan satelit di kementeriannya. Hanya saja, Agus yang kini berstatus terdakwa, disebut terus diyakinkan oleh petinggi PT PT Dini Nusa Kusuma (DNK) agar proyek itu dapat segera gol. 

Hal ini terungkap dalam sidang pembacaan surat dakwaan untuk terdakwa berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS) yang merupakan tenaga ahli PT DNK Thomas Anthony Van Der Heyden pada Kamis (9/2/2023) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat. Agus pun akhirnya turut berstatus sebagai terdakwa di perkara ini. 

Baca Juga

Mulanya, terdakwa eks Komisaris Utama PT DNK, Arifin Wiguna; Direktur Utama PT DNK, Surya Cipta Witoelar; dan Anthony menemui Agus usai memperoleh informasi terkait pengelolaan Slot Orbit 123° BT yang ditangani oleh Dirjen Kuathan Kemenhan. PT DNK mengajak Kemenhan bekerjasama dalam pengelolaan Slot Orbit 123° BT dengan mempresentasikan paparan tertanggal 20 Mei 2015.

"Paparan menjelaskan langkah-langkah PT DNK dengan dalih penyelamatan Slot Orbit 123° BT dan dukungan konsultan ahli satelit dan para investor, dengan pembagian persentase sekitar 40 persen untuk kepentingan Kemenhan dan sisanya 60 persen untuk kepentingan komersil," kata Penuntut Umum Koneksitas, Jasri Umar dalam persidangan tersebut. 

Upaya pertama PT DNK tak membuahkan hasil. Agus Purwoto urung menerima usulan tersebut karena terkendala anggaran yang dimiliki Kemenhan. Apalagi Kemenhan pada saat itu tak memiliki sumber daya manusia yang memadai mengenai satelit. 

"Pada saat itu, Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto telah menyatakan tidak mampu dan tidak berencana untuk pengadaan satelit pada Slot Orbit 123° BT, karena Kemenhan tidak mempunyai anggaran dan tidak memiliki Tim yang mengetahui dan memahami mengenai satelit," ujar Jasri. 

Hanya saja upaya PT DNK tak berhenti sampai disitu. Arifin Wiguna terus meyakinkan Agus Purwoto untuk mengelola slot orbit 123° BT dengan alasan menyelamatkan kedaulatan negara. Dalih itu lantas membuat nurani Agus Purwoto bergejolak.

"Sehingga Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto bersedia untuk mengelola slot orbit 123o BT bersama dengan PT DNK dimana saksi Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto menyuruh PT DNK untuk melakukan pemaparan kembali," ucap Jasri. 

Diketahui, kasus ini menjerat mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, eks Komisaris Utama PT DNK, Arifin Wiguna; Direktur Utama PT DNK, Surya Cipta Witoelar; dan terdakwa berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS) yang merupakan tenaga ahli PT DNK Thomas Anthony Van Der Heyden. Perkara ini didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 453 miliar. 

Dalam perkara ini, Agus, Arifin, Surya, dan Anthony didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Adapun dakwaan terhadap Anthony sedang dibacakan hingga berita ini diturunkan. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement