Kamis 09 Mar 2023 19:29 WIB

Orang Asia Paling Takut pada Badut, Ini Buktinya

Ketakutan akan badut biasa disebut coulrophobia.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Para peneliti di University of Wales, Inggris, membuat survei terkait ketakutan akan badut, atau biasa disebut coulrophobia. Survei bertajuk 'The Fear of Clowns Questionnaire' ini berisikan kuisioner untuk mengetahui asal usul fobia tersebut.. Ilustrasi
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Para peneliti di University of Wales, Inggris, membuat survei terkait ketakutan akan badut, atau biasa disebut coulrophobia. Survei bertajuk 'The Fear of Clowns Questionnaire' ini berisikan kuisioner untuk mengetahui asal usul fobia tersebut.. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Para peneliti di University of Wales, Inggris, membuat survei terkait ketakutan akan badut, atau biasa disebut coulrophobia. Survei bertajuk 'The Fear of Clowns Questionnaire' ini berisikan kuisioner untuk mengetahui asal usul fobia tersebut.

Peserta diminta untuk menjawab 18 item pertanyaan, termasuk 'jika saya menemukan badut, saya akan meninggalkan ruangan'. Hasilnya, warga di Asia merupakan yang tertinggi terkait memiliki ketakutan ini.

Baca Juga

Survei tersebut juga mengarah pada asal mula ketakutan. Tim juga menemukan bahwa coulrophobia bisa berkurang seiring bertambahnya usia. Hal ini bisa membawa harapan bagi mereka yang masih ketakutan memikirkan badut.

Studi sebelumnya telah menentukan bahwa orang tidak dilahirkan dengan rasa takut terhadap badut, tetapi fobia berkembang seiring bertambahnya usia. Istilah coulrophobia mulai dikenal sejak kemunculan film thriller yang menampilkan badut pembunuh di Killer Clowns from Outer Space. Film itu dirilis pada 1998. Kemudian Stephen King's It (1986), termasuk contoh lain sebagai pelopor yang mewakili ketakutan pada badut.

Namun, ada pula gambaran 'badut pembunuh' yang nyata seperti John Wayne Gacy di tahun 1970-an. Badut itu tampil sebagai si Badut Pogo di acara amal dan pesta anak-anak yang membunuh 33 anak laki-laki dan pria muda.

Namun, ada pula yang takut pada Ronald McDonald, maskot rantai makanan cepat saji, padahal maskot itu tidak dimaksudkan untuk menakut-nakuti, menurut peneliti di The Conversation. Hal ini menunjukkan mungkin ada sesuatu yang lebih mendasar tentang penampilan badut yang meresahkan orang.

Tim tersebut mensurvei 987 orang yang berusia antara 18 dan 77 tahun. Para peserta ini berada di Afrika, Eropa, Australia, Amerika Utara dan Selatan, serta Inggris.

Tanggapan peserta diperoleh dengan menggunakan skala tujuh poin mulai dari 1-Sangat Tidak Setuju hingga 7-Sangat Setuju. Semakin tinggi poinnya, artinya kian kuat pula nilai fobia itu.

Hasilnya menunjukkan peserta dari Asia melaporkan tingkat coulrophobia tertinggi, sedangkan Eropa memiliki nilai terendah, menurut penelitian yang diterbitkan dalam International Journal of Mental Health. Namun, 54 persen dari semua responden agak takut dengan badut, dikutip dari Daily Mail, Kamis (9/3/2023).

Langkah selanjutnya dari peneliti ini adalah mengidentifikasi asal-usul ketakutan. Penampilan badut menjadi urutan pertama terkait alasan orang merasa takut. Disusul fitur wajah badut yang berlebihan, kemudian menyoal riasan.

Beberapa responden melaporkan bahwa riasan badut mengingatkan mereka pada 'kematian, infeksi atau cedera darah. Penyebab selanjutnya adalah perilaku badut yang tidak terduga sering kali membuat tidak nyaman, diikuti oleh rasa takut. Lalu, 'penggambaran negatif badut dalam budaya populer', juga telah memicu ketakutan ini.

Alasan terakhir, yang mungkin mengejutkan, adalah 'pengalaman menakutkan dengan badut.'

"Menariknya, kami menemukan penjelasan terakhir, memiliki pengalaman pribadi yang menakutkan dengan badut, memiliki tingkat persetujuan terendah," tulis para peneliti dalam The Conversation.

Artinya, itu menunjukkan bahwa pengalaman hidup saja bukanlah penjelasan yang cukup terkait ketakutan pada badut. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement