REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Komisi Dagang Federal Amerika Serikat (FTC) sedang menjalankan misi untuk memaksa Twitter menyerahkan komunikasi internal dan dokumen terkait PHK yang sedang berlangsung.
Karena tenaga kerja Twitter terus menyusut, regulator federal tampaknya khawatir bahwa aplikasi berlambang burung biru itu akan memiliki terlalu sedikit karyawan yang tersisa, untuk menjalani penyelesaian FTC sebelumnya.
Mengingat banyak pelanggaran data perusahaan di masa lalu, FTC mengamanatkan perlindungan baru yang ketat untuk mengamankan informasi pengguna. Akibatnya, FTC meminta Twitter untuk menyerahkan komunikasi internal terkait dengan kepala baru mereka, Elon Musk.
Dilansir dari Gizmodo, Kamis (9/3/2023), pelaporan Journal didasarkan pada selusin surat yang dikirim oleh FTC ke Twitter sejak pengambilalihan Musk Oktober 2022 lalu.
Surat-surat itu menggambarkan kekhawatiran tentang kemampuan Twitter untuk mematuhi penyelesaian 150 juta dollar AS (Rp 2,3 triliun) yang dibuat perusahaan dengan agen federal pada Mei 2022 lalu.
“Kami prihatin, pengurangan staf ini berdampak pada kemampuan Twitter untuk melindungi informasi konsumen,” kata seorang perwakilan dari FTC dalam salah satu surat yang dikirim November 2022 lalu.
Sekarang, surat-surat FTC telah diperoleh oleh Komite Kehakiman dipimpin oleh Partai Republik, yang menerbitkan ‘kutipan’ dari surat-surat itu pada hari Selasa (7/3/2023) dalam laporan staf yang sangat kritis terhadap penyelidikan badan federal.
Memang, pihaknya telah menuduh FTC melangkahi batas-batasnya dan mengklaim bahwa agensi tersebut memberikan jaring yang terlalu luas dalam hal tuntutannya terhadap Twitter. “Tidak ada alasan logis, misalnya, mengapa FTC perlu mengetahui identitas jurnalis yang terlibat dengan Twitter,” kata laporan komite baru-baru ini.
Lalu juga tidak ada alasan logis mengapa FTC, atas dasar privasi pengguna, perlu menganalisis semua keputusan personel Twitter. Dan tidak ada alasan logis mengapa FTC membutuhkan setiap komunikasi internal Twitter tentang Elon Musk.
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah permintaan FTC agar Twitter mengidentifikasi semua jurnalis yang diberi akses ke dokumen internal perusahaan, tentunya mengacu pada apa yang disebut ‘File Twitter’, yang sebagian besar telah diterbitkan oleh seorang mantan jurnalis Rolling Stone, Matt Taibbi, yang kini menjalankan Substack-nya sendiri.
FTC tampaknya meminta Twitter untuk menjelaskan ‘sifat akses yang diberikan’ kepada setiap jurnalis dan mempertanyakan apakah memberikan akses ke data tersebut ‘konsisten dengan kewajiban privasi dan keamanan informasi berdasarkan perintah’.