Kamis 09 Mar 2023 03:13 WIB

Hati-hati, Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik Kian Marak

Kekerasan seksual tidak hanya terjadi secara fisik, namun juga ke ranah elektronik.

Tindakan pelecehan seksual hingga eksploitasi seksual terhadap perempuan terjadi dengan menggunakan beragam platform media sosial. (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Tindakan pelecehan seksual hingga eksploitasi seksual terhadap perempuan terjadi dengan menggunakan beragam platform media sosial. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG---Direktur Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Nur Laila Hafidhoh menyebutkan bahwa kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) mulai marak.

"Perkembangan yang terjadi, kekerasan seksual tidak hanya terjadi secara fisik, namun juga ke ranah elektronik," katanya, di Semarang, Rabu, merefleksi peringatan Hari Perempuan Internasional.

Baca Juga

Sosok yang akrab disapa Yaya itu menjelaskan bahwa KSBE yang dialami perempuan, dimulai tindakan pelecehan seksual hingga eksploitasi seksual menggunakan beragam platform media sosial.

Menurut dia, LRC-KJHAM saat ini sudah menangani beberapa kasus KSBE di berbagai wilayah di Jawa Tengah, seperti Kota Semarang, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Jepara.

"Ada juga KSBE di beberapa kabupaten/kota lainnya yang kami advokasi. Sejauh ini, kebanyakan kasus masih dalam tahap konseling untuk meyakinkan korban agar mau meneruskan ke ranah hukum," jelasnya.

Ia mengungkapkan KSBE itu terjadi, di antaranya diawali dari saling kontak melalui media sosial yang berlanjut secara intens hingga terjadi pengambilan gambar atau foto tanpa mengenakan pakaian.

"Nah, foto atau gambar ini dijadikan oleh pelaku sebagai alat untuk mengancam atau memaksa korban untuk menuruti keinginannya, seperti hubungan seksual terus menerus dan pemerasan uang," katanya.

Yaya mengatakan bahwa pelaku mengancam jika korban tidak menuruti keinginannya maka akan menyebarluaskan foto tersebut sehingga kebanyakan korban sulit keluar dari persoalan tersebut.

Meski demikian, Yaya mengaku kebanyakan korban KBSE tidak mau memproses secara hukum. Padahal, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sudah mengatur KBSE.

"Ada juga kasus KBSE yang korbannya sudah melaporkan kasusnya ke polisi. Jadi, korban ini diancam videonya mau disebarkan. Tetapi, polisinya bilang kan belum terjadi (pemerasan)," ujarnya.

Yaya menegaskan bahwa UU TPKS sebenarnya sudah tegas mengatur KBSE, tetapi implementasi di lapangan memang belum seperti yang diharapkan, termasuk dari pihak kepolisian.

"Makanya, kami terus berkoordinasi dengan penyidik di Polda Jateng dan Polres. Selain juga mendampingi korban, dan meyakinkan korban untuk berani memperkarakan secara hukum," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement