REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para astronom mengamati beberapa objek paling misterius dan kuat di alam semesta yang saling bertabrakan dengan bantuan perangkat keras Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA). Mereka menggunakan Observatorium Sinar-X Chandra NASA untuk melacak dua pasang lubang hitam di Galaksi Katai.
Pada pekan ini, mereka menerbitkan temuannya di The Astrophysical Journal. Salah satu pasangan tampaknya berada di tahap akhir tumbukan, sebuah proses yang disebut penggabungan yang pada akhirnya akan membentuk satu lubang hitam raksasa dan galaksi yang lebih besar.
Itu berada di gugusan galaksi yang disebut Abell 133 sekitar 760 juta tahun cahaya dari bumi. Para peneliti menjuluki pasangan itu dengan Mirabilis, nama spesies burung kolibri yang terancam punah.
Sementara pasangan lainnya berada di gugus Abell 1758S sekitar 3,2 miliar tahun cahaya. Tampaknya berada pada tahap awal penggabungan. Ini bukan pertama kalinya para astronom menemukan lubang hitam yang bertabrakan. Namun, temuan ini adalah yang pertama berada di pusat galaksi katai.
“Para astronom telah menemukan banyak contoh lubang hitam pada jalur tabrakan di galaksi besar yang relatif dekat. Tapi pencarian mereka di galaksi katai jauh lebih menantang dan sampai sekarang pernah gagal,” kata mahasiswa pascasarjana University of Alabama, AS yang memimpin studi, Marko Micic, dikutip CNET, Ahad (26/2/2023).
Para peneliti menggunakan kekuatan Chandra untuk mencari material super panas di sekitar lubang hitam yang menghasilkan sinar-X dalam jumlah besar. Mereka pergi mencari sepasang lubang hitam di galaksi katai yang bertabrakan dan menemukan dua pasangan tersebut.
Galaksi Katai menarik minat astrofisikawan dan kosmolog karena dapat memberikan wawasan tentang awal galaksi Bima Sakti.
“Sebagian besar Galaksi Katai dan lubang hitam di alam semesta awal cenderung tumbuh jauh lebih besar sekarang, berkat penggabungan berulang. Dalam beberapa hal, galaksi katai adalah nenek moyang galaksi kita, yang telah berevolusi selama miliaran tahun untuk menghasilkan galaksi besar seperti Bima Sakti,” ujar rekan penulis Brenna Wells dari universitas yang sama dengan Micic.