Jumat 13 Jan 2023 03:12 WIB

Tingkat Daur Ulang Sampah Plastik di Indonesia Masih Rendah

KLHK menggencarkan ekonomi sirkular dan mencapai target zero waste pada 2050.

Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Vivien Rosa Ratnawati.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Vivien Rosa Ratnawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian kalangan menuding, kemasan botol dan galon plastik polyethylene terephthalate (PET) sekali pakai, sebagai sampah tak berguna. Padahal, sampah plastik jenis PET adalah bahan baku penting dalam industri daur ulang. Sampah plastik jenis PET berperan besar dalam ekonomi sirkular di Indonesia.

Saat ini, industri daur ulang belum memperoleh bahan baku jenis plastik PET yang dibutuhkan dari dalam negeri. Akibatnya, industri daur ulang harus mengimpor bahan baku sampah plastik hingga 750 ribu ton per tahun. Bahkan, permintaan industri plastik nasional diprediksi akan terus meningkat hingga menjadi delapan juta ton pada 2025.

"Tingkat daur ulang (recycle rate) sampah plastik di Indonesia baru menyentuh angka tujuh persen, dengan jenis plastik jenis PET (yang lazim digunakan untuk kemasan AMDK botol dan galon) mencapai 75 persen tingkat daur ulang," tulis paparan laporan lembaga Sustainable Waste Indonesia (SWI) belum lama ini.

Kondisi itu pastinya mengganggu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang berkomitmen untuk menggencarkan ekonomi sirkular dan mencapai target zero waste pada 2050. Sepanjang 2022, KLHK menorehkan catatan sebanyak 64 persen timbulan sampah yang telah berhasil dikelola dari total 68,5 juta ton sampah nasional.

Dirjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan, strategi peningkatan pengelolaan sampah, dilakukan dengan menggencarkan penerapan ekonomi sirkular dan mendorong sampah menjadi industrialisasi.

"Kuncinya adalah ekonomi sirkular yang terkait dengan bagaimana agar sampah tidak terbuang ke tempat pembuangan akhir. Ujungnya nanti menjadi zero waste dan zero emission," katanya di Jakarta, belum lama ini.

Berdasarkan data Ditjen PSLB3 KLHK, dari total 68,5 juta ton sampah nasional, tercatat komposisi sampah yang paling dominan adalah sisa makanan, plastik, dan kertas.

Data itu mirip dengan laporan pasca perayaan malam Tahun Baru 2023 di Jakarta yang mencatat sampah terbanyak adalah botol air kemasan, wadah makanan, plastik, dan kertas.

Sebelumnya, KLHK melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 mencetuskan Peta Jalan pengurangan sampah oleh produsen dengan menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada 2030. Target pengurangan tersebut dilakukan dengan, antara lain mendorong produsen AMDK mengubah desain produk berbentuk mini menjadi lebih besar  (size up) hingga ke ukuran satu liter.

"Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 ini merupakan upaya pemerintah menekan volume sampah di Indonesia," kata Rosa. Menurut dia, KLHK terus mendorong para pelaku usaha  agar mempermudah pengelolaan sampah plastik dengan memperbesar ukuran produk, sehingga mudah dikumpulkan dan dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement