Ahad 08 Jan 2023 11:56 WIB

Jerman Jadikan China Sebagai Area Varian Virus Berbahaya

Jerman akan menerapkan peraturan masuk lebih ketat bagi para pelancong dari China.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Orang-orang merawat kerabat lansia mereka saat pasien menerima infus saat menggunakan ventilator di aula Rumah Sakit Changhai di Shanghai, China pada Selasa, 3 Januari 2023. Saat ini Jerman mengklasifikasikan China sebagai area varian virus yang berbahaya.
Foto: CHINATOPIX/AP
Orang-orang merawat kerabat lansia mereka saat pasien menerima infus saat menggunakan ventilator di aula Rumah Sakit Changhai di Shanghai, China pada Selasa, 3 Januari 2023. Saat ini Jerman mengklasifikasikan China sebagai area varian virus yang berbahaya.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN – Jerman telah menyarankan warganya tidak melakukan perjalanan tidak penting ke China. Saat ini Berlin mengklasifikasikan China sebagai area varian virus yang berbahaya.

Kementerian Luar Negeri Jerman, pada Sabtu (7/1/2023), menjelaskan di situs webnya bahwa keputusan tentang penganjuran itu dilakukan karena melonjaknya kasus baru Covid-19 di China. Selain itu, Jerman melihat sistem kesehatan di sana terlalu terbebani.

Baca Juga

Badan pengendalian penyakit Jerman, Robert Koch Institute (RKI), mendukung langkah yang diumumkan Kementerian Luar Negeri Jerman. “Republik Rakyat China, tidak termasuk Daerah Administratif Khusus Hong Kong, dianggap sebagai area varian virus yang menimbulkan kekhawatiran pada pukul 0 pagi tanggal 9 Januari 2023," kata RKI.

Jerman akan menerapkan peraturan masuk lebih ketat bagi para pelancong dari China mulai Senin (9/1/2023) mendatang. Para pelancong akan diharuskan menunjukkan hasil tes antigen atau PCR yang menunjukkan bahwa mereka negatif Covid-19. Hasil pengujian harus tidak lebih dari 48 jam sebelum keberangkatan ke Jerman.

Selain itu, otoritas Jerman akan melakukan tes acak terhadap para pelancong asal China. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada Rabu (4/1) mengatakan, wabah Covid-19 yang kini tengah menjalar kembali di Cina didominasi subvarian Omicron BA.5.2 dan BF.7. Kedua subvarian itu menyumbang 97,5 persen dari semua infeksi lokal.

WHO mengungkapkan, data tersebut didasarkan pada analisis lebih dari 2.000 genom oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China. Menurut WHO, data itu pun sejalan dengan genom para pelancong dari China yang diserahkan ke database global oleh negara lain. Tidak ada varian baru atau mutasi signifikan yang diketahui atau dicatat dalam data sekuens yang tersedia untuk umum.

Pada 7 Desember lalu, China melonggarkan kebijakan nol-Covid yang telah menempatkan ratusan juta warganya di bawah penguncian atau lockdown. Namun sejak saat itu, penyebaran Covid-19 di sana kembali melonjak. 

Sistem dan fasilitas kesehatan di sejumlah wilayah di China harus bergulat lagi dengan gelombang pasien, terutama lansia. Namun tak diketahui pasti seberapa besar penularan yang terjadi. Hal itu karena China memutuskan menyetop penerbitan data harian tentang infeksi Covid-19.

Minimnya data tersebut membuat puluhan negara, termasuk di Eropa dan Amerika, memutuskan melakukan pengujian Covid-19 terhadap para pelancong asal China. Beijing telah mengkritik keras tindakan tersebut. 

“Sejumlah negara telah mengambil pembatasan masuk yang hanya menargetkan pelancong China. Ini tidak memiliki dasar ilmiah dan beberapa praktik tidak dapat diterima," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Cina Mao Ning, dalam pengarahan pers, Selasa (3/1/2022). 

Dia menyatakan China siap mengambil langkah balasan terhadap negara-negara yang menerapkan pengaturan pengujian tersebut. “Kami dengan tegas menolak menggunakan tindakan Covid untuk tujuan politik dan akan mengambil tindakan yang sesuai untuk menanggapi berbagai situasi berdasarkan prinsip timbal balik,” ucapnya.

Mao mengatakan, saat ini posisi China masih sama, yakni siap menjalin kerja sama dengan komunitas internasional untuk mengatasi pandemi Covid-19. “Sejak Covid-19 merebak, China secara aktif berpartisipasi dalam kerja sama internasional melawan pandemi dan segera bergabung dalam respons internasional terhadap tantangan Covid,” ujarnya. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement