Jumat 30 Dec 2022 14:40 WIB

'Kerja Narasi Super Penting Lindungi Anak Muda dari Terorisme'

Noor Huda sengaja melibatkan pelaku terorisme dalam film-filmnya.

Noor Huda Ismail
Foto: dokpri
Noor Huda Ismail

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi muda dinilai harus dilindungi dari paparan paham-paham terorisme. Pasalnya tidak hanya merusak masa depan anak muda, terorisme juga mengancam persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penguatan narasi kebangsaan, kedamaian, dan keagamaan yang benar harus terus diberikan kepada anak muda agar mereka memiliki imunitas dan kemampuan melawan paham-paham kekerasan itu. 

"Kerja-kerja narasi super penting, apalagi anak muda seperti duta damai dunia maya ini. Saya kira hal paling penting mereka bisa bikin konten yang bisa related dengan anak-anak seumuran mereka," ujar pakar terorisme Noor Huda Ismail saat menjadi pemateri di Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Duta Damai Dunia Maya BNPT 2022 di Jakarta, Rabu (28/12/2022) malam.

Dengan demikian, lanjut Noor Huda, para remaja bisa paham karena hari ini radikalisasi banyak terjadi di level online dan di online itu rata-rata anak muda. Ia menilai, kalau konten-konten itu yang bikin muda, tentu mereka bisa paham. "Ini nilai positifnya karena mereka bisa ngertiin apa sih yang bikin mereka seneng," imbuhnya.

Noor Huda adalah orang di balik layar pembuatan konten-konten narasi terkait terorisme melalui film pendek dan buku. Beberapa film pendeknya antara 'Jihad Selfie', 'Cross Fire', dan 'Kecewa Karena Bapak Menjadi Teroris' yang kemarin disaksikan para Duta Damai Dunia Maya BNPT.

 

Dalam film-filmnya ia melibatkan langsung para pelaku aksi terorisme. Salah satunya adalan Munir Kartono di 'Film Kecewa Karena Bapak'. Munir pernah empat tahun hidup di penjara akibat terlibat sebagai pendana terorisme kasus bom Mapolres Surakarta.

Noor Huda mengungkapkan, ia sengaja melibatkan pelaku terorisme dalam konten-kontennya agar film-film tersebut benar-benar merupakan pengakuan pelaku sehingga orang akan lebih percaya.

"Karena merekalah yang pernah bagian dari kelompok ini (teroris). Kereka tahu telah dibohongi oleh kelompok lama, jadi mereka punya energi untuk melawan narasi-narasi lama mereka. Kita di luar yang paham dengan komunikasi sehingga narasinya betul-betul mengena. Jadi enak ditonton," ungkapnya.

Dari film-film itu, Founder Yayasan Prasasti Perdamaian itu mengungkapkan bahwa virus-virus terorisme merasuki seseorang tidak hanya dari jalur agama, tetapi bisa dari masalah sosial lainnya. Contohnya Munir Kartono, ia teradikalisasi berawal dari masalah keluarga yang tidak terselesaikan sehingga ia mencari jalan keluar di luar rumah. Dari sanalah ia bersentuhan dengan terorisme yang membawanya berkawan dengan tokoh ISIS Indonesia, Bahrun Naim. Bahkan Munir dan Bahrun Naim membicarakan rencana aksi terorisme sambil bermain biliar.

"Ada banyak cara pintu masuknya, gak hanya pengajian bahkan main biliar saja bisa jadi (teroris). Kecewa dengan keluarga juga bisa jadi. Untuk itulah semua pihak harus terlibat dalam mencegah penyebaran radikalisme dan terorisme ini. Kalau ambil istilah BNPT, berbagai sektor harus terlibat. Di konteks media damai, anak-anak muda Duta Damai Dunia Maya ini sangat penting," ungkap peraih PhD dari Monash University Australia ini.

Dengan keberadaan Duta Damai Dunia Maya BNPT di 18 provinsi, Noor Huda berharap mereka bisa mengungkapkan berbagai jenis terorisme berbeda yang muncul di berbagai provinsi. Itu penting agar masyarakat tahu bahwa terorisme itu tidak hanya berbasis agama saja, tetapi juga bermacam-macam penyebabnya.

"Saya senang ada teman-teman dari Ambon, Papua. Saya harapkan mereka bisa bikin konten tentang jenis radikalisme yang tidak melalu karena Islam saja," kata jebolan Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo ini.

Sementara itu, Munir Kartono juga memberikan testimoni tentang proses radikalisasinya. Menurutnya, proses itu begitu panjang berawal dari permasalahan keluarga yang berlarut-larut. Masalah itu memancing ia untuk mencari identitas di luar rumah, bahkan di jalanan, sampai akhirnya ia terpapar paham terorisme.

"Itu semua terjadi di luar rumah, lewat pergaulan. Kemudian saya sampai menemukan jaringan teroris semua di luar rumah. Tapi kembali itu semua berawal dari satu masalah yang tidak selesai," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement