Kamis 18 Aug 2022 15:23 WIB

Gubernur BI: Inflasi pada 2023 Berisiko Lebihi 4 Persen

Kainaikan inflasi diproyeksi akibat peningkatan di sisi permintaan.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan angka inflasi yang tercermin dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2023 berisiko melebihi batas atas sasaran tiga persen plus minus satu persen, yakni empat persen.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan angka inflasi yang tercermin dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2023 berisiko melebihi batas atas sasaran tiga persen plus minus satu persen, yakni empat persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan angka inflasi yang tercermin dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2023 berisiko melebihi batas atas sasaran tiga persen plus minus satu persen, yakni empat persen.

"Di samping masih tingginya harga pangan dan energi global, kenaikan permintaan juga kemungkinan akan mendorong tekanan inflasi dari sisi permintaan untuk ke depannya," kata Perry dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (18/8/2022).

Baca Juga

Untuk keseluruhan pada 2022, ia memperkirakan inflasi IHK juga akan lebih tinggi dari level empat persen, yang terutama disebabkan oleh masih tingginya harga energi dan pangan global, gangguan cuaca, serta kesenjangan pasokan antarwaktu dan antardaerah.

Adapun inflasi IHK pada Juli 2022 telah mencapai 4,94 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) atau masih lebih rendah dari negara lain, tetapi melebihi dari batas atas sasaran tiga persen plus minus satu persen.

Peningkatan tersebut terutama disebabkan tingginya inflasi kelompok pangan bergejolak mencapai 11,47 persen (yoy), yang seharusnya tidak lebih dari lima persen atau maksimal enam persen.

Menurut Perry, tekanan inflasi pangan domestik bersumber terutama dari kenaikan harga komoditas global, akibat berlanjutnya ketegangan geopolitik di sejumlah negara yang mengganggu mata rantai pasokan global dan mendorong sejumlah negara melakukan proteksionisme pangan.

"Sementara dari dalam negeri terjadi gangguan pasokan di sejumlah sentra produksi hortikultura, termasuk aneka cabai dan bawang merah akibat permasalahan struktural di sektor pertanian, cuaca, serta ketersediaan antar waktu dan antar daerah," tuturnya.

Selain itu, ia menilai kenaikan harga energi global juga telah mendorong peningkatan inflasi kelompok barang yang diatur pemerintah, termasuk angkutan udara. Namun, tekanan dapat tertahan sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan subsidi energi.

Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi permintaan atau yang sering disebut inflasi inti tercatat masih tetap rendah, yang menunjukkan daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih meskipun sudah meningkat. Di sisi lain, ekspektasi inflasi juga masih terjaga.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement