Kamis 12 Aug 2021 01:43 WIB

Google Dapat Memotong Gaji Karyawan yang WFH Permanen

Pekerja dapat mengajukan tuntutan atas pelanggaran kontrak.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Muhammad Fakhruddin
Google Dapat Memotong Gaji Karyawan yang WFH Permanen (ilustrasi).
Foto: EPA-EFE/ROMAN PILIPEY
Google Dapat Memotong Gaji Karyawan yang WFH Permanen (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR — Karyawan Google di Amerika yang dapat memlih untuk bekerja dari rumah atau work from home (WFH) secara permanen dapat mendapatkan potongan gaji. Sang raksasa teknologi ini telah mengembangkan kalkulator gaji, yang memungkinkan karyawan melihat efek dari bekerja dari jauh.

Sebagian karyawan yang WFH, terutama mereka yang bepergian jauh, dapat dipotong gajinya tanpa mengubah alamat. Dilansir dari BBC, untuk sementara ini Google tidak berencana untuk menerapkan aturan tersebut di Inggris.

Karyawan di sejumlah bisnis, telah membuktikan bahwa WFH secara permanen dapat dilakukan selama pandemi Covid-19. Banyak perusahaan yang sedang mencari bagaimana ke depannya para karyawan akan bekerja, ketika pandemi Covid-19 sudah mereda. Bahkan ketika AS terus memerangi varian Delta dari penyakit tersebut.

Seorang juru bicara Google mengatakan, paket kompensasi di perusahaannya ditentukan oleh lokasi karyawannya. Di samping itu, pihaknya selalu membayar di atas rata-rata pasar lokal tempat karyawannya bekerja.

“Work Location Tool kami yang baru dikembangkan untuk membantu karyawan dalam membuat keputusan yang tepat, tentang kota, atau negara bagian tempat mereka bekerja. Termasuk dampak apa pun terhadap kompensasi jika mereka memilih untuk pindah atau bekerja dari jarak jauh,” jelasnya.

Baca juga : Jakarta Herd Immunity, Epidemiologi: Wah Masih Jauh Sekali

Salah seorang karyawan Google, yang bekerja di Seattle dan menempuh perjalanan dua jam, mengeluh karena dihadapkan pada pemotongan gaji sebesar 10 persen. Lantaran memilih bekerja dari rumah secara penuh waktu.

“Dalam promosi terakhir, ini pemotongan gaji tertinggi yang saya dapat. Saya tidak bekerja keras untuk dipromosikan, tapi kemudian menerima pemotongan gaji,” ucapnya.

Sementara itu, karyawan Google yang lain di Stamford, Connecticut, yang berjarak satu jam perjalanan dari New York dengan kereta api, akan dibayar 15 persen lebih sedikit jika bekerja dari jarak jauh. Sedangkan ada perbedaan 5 persen dan 10 persen di wilayah Seattle, Boston, dan San Francisco. Google tidak akan mengubah gaji karyawan jika mereka bekerja sepenuhnya dari jarak jauh dari kota yang sama.

Profesor Sosiologi di Universitas Washington di St. Louis, Jake Rosenfeld mengatakan, langkah yang diambil Google menimbulkan kekhawatiran tentang siapa yang akan merasakan dampak paling parah, termasuk para keluarga.

“Yang jelas Google tidak harus melakukan ini. Google telah membayar pekerja ini 100 persen dari upah mereka sebelumnya, secara definisi. Jadi mereka tidak mampu membayar pekerja mereka yang memilih untuk bekerja dari jarak jauh, sama seperti yang biasa mereka terima,” ujarnya.

Beberapa bisnis, seperti raksasa teknologi AS Cisco, telah menerapkan rencana kerja secara hybrid dengan tidak memiliki mandat seberapa sering karyawan pergi ke kantor. Cisco mengharapkan, kurang dari seperempat tenaga kerjanya ingin berada di kantor selama tiga hari atau lebih dalam seminggu.

Perusahaan Silicon Valley, beberapa di antaranya ingin mengembalikan karyawannya, bereksperimen dengan struktur gaji karyawan. Perusahaan teknologi besar seperti Microsoft, Facebook, dan Twitter telah menawarkan gaji yang lebih rendah untuk karyawan yang tinggal di lokasi yang lebih murah untuk ditinggali.

Sementara, perusahaan yang lebih kecil seperti Reddit dan Zillow mengaku membayar para karyawannya dengan jumlah yang sama. Tidak terpengaruh dimana mereka tinggal, sebagai bentuk kesetaraan.

Tetapi perusahaan lain, seperti Goldman Sachs, ingin pekerja kembali ke kantor. Bos bank investasi, David Solomon, mengatakan pada Februari bahwa bekerja dari rumah adalah "penyimpangan" daripada "normal baru".

Chartered Institute of Personnel and Development (CIPD), yang mewakili profesional sumber daya manusia di Inggris, mengatakan “pilihan teraman” bagi perusahaan untuk mencari persetujuan tertulis dari karyawan sebelum mengubah tingkat gaji mereka.

Dalam panduannya kepada para karyawan, dikatakan pemberlakuan pemotongan gaji adalah pendekatan "berisiko tinggi", karena pekerja dapat mengajukan tuntutan atas pelanggaran kontrak atau bahkan pemecatan yang tidak adil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement