Senin 19 Oct 2020 17:40 WIB

Rusia-Turki Bahas Isu Tentara Bayaran ke Nagorno-Karabakh

Rusia dan Turki membahas dugaan pengerahan tentara bayaran dari Suriah serta Libya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Foto selebaran yang disediakan oleh Kementerian Pertahanan Armenia pada 04 Oktober 2020 di instagram resminya menunjukkan tentara Armenia yang diduga selama bentrokan militer dengan tentara Azeri di sepanjang garis kontak Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri (juga dikenal sebagai Artsakh). Bentrokan bersenjata meletus pada 27 September 2020 dalam konflik teritorial yang membara antara Azerbaijan dan Armenia atas wilayah Nagorno-Karabakh di sepanjang garis kontak Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri.
Foto: EPA-EFE/ARMENIAN DEFENCE MINISTRY
Foto selebaran yang disediakan oleh Kementerian Pertahanan Armenia pada 04 Oktober 2020 di instagram resminya menunjukkan tentara Armenia yang diduga selama bentrokan militer dengan tentara Azeri di sepanjang garis kontak Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri (juga dikenal sebagai Artsakh). Bentrokan bersenjata meletus pada 27 September 2020 dalam konflik teritorial yang membara antara Azerbaijan dan Armenia atas wilayah Nagorno-Karabakh di sepanjang garis kontak Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia dan Turki membahas dugaan pengerahan tentara bayaran dari Suriah serta Libya dalam konflik di Nagorno-Karabakh. Moskow menegaskan menentang hal tersebut.

"Ya, kami sedang membahas semua masalah,"  kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov. Jawaban itu ia lontarkan saat ditanya awak media apakah topik mengenai pengerahan tentara bayaran dari Suriah dan Libya dibahas dalam kontaknya dengan Pemerintah Turki pada Senin (19/10), dikutip laman Sputnik.

Baca Juga

Dia menekankan Rusia menentang hal tersebut. "Tentu saja, tidak perlu dikatakan lagi," ujar Bogdanov saat ditanya apakah Rusia dalam kontaknya dengan Turki menolak pengerahan tentara bayaran dari Suriah dan Libya.

Turki telah membantah laporan tentang adanya pengerahan tentara bayaran dari Suriah dan Libya ke Nagorno-Karabakh. Dalam konflik tersebut, Ankara diketahui mendukung dan membela Azerbaijan. Turki telah mengisyaratkan siap memberikan bantuan militer jika memang Azerbaijan membutuhkan.

Turki telah melayangkan kecaman keras kepada Armenia. Serangannya di Nagorno-Karabakh dinilai merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan telah menyebabkan jatuhnya korban sipil. Ankara memandang Armenia menjadi rintangan terbesar terciptanya perdamaian serta stabilitas di kawasan tersebut.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan negaranya tidak menyetujui posisi Turki dalam konflik Armenia-Azerbaijan di wilayah Nagorno-Karabakh yang dipersengketakan. Rusia pun tak dapat menerima solusi militer untuk menyelesaikan masalah tersebut.

"Kami tidak setuju dengan posisi yang disuarakan oleh Turki, yang juga beberapa kali diungkapkan oleh Presiden (Azerbaijan Ilham) Aliyev. Bukan rahasia kami tidak dapat menyetujui pernyataan bahwa solusi militer untuk konflik diperbolehkan,” kata Lavrov dalam wawancara dengan stasiun radio lokal pada Rabu (14/10).

Lavrov mengatakan akan tepat untuk mengerahkan pengamat militer Rusia di jalur kontak di Nagorno-Karabakh. Namun hal itu terserah kepada Azerbaijan dan Armenia untuk memutuskan.

Sejak 27 September lalu, Armenia dan Azerbaijan terlibat pertempuran di wilayah Nagorno-Karabakh yang dipersengketakan. Konflik kedua negara di wilayah itu sebenarnya telah berlangsung sejak awal dekade 1990-an. Persengketaan wilayah mulai muncul setelah Uni Soviet runtuh.Periode 1991-1994, pertempuran kedua negara diperkirakan menyebabkan 30 ribu orang tewas.

Pada 1992, The Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE) Minsk Group dibentuk. Badan yang diketuai bersama oleh Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat (AS) itu bertugas memediasi serta menemukan solusi damai untuk mengakhiri konflik Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh.

Gencatan senjata berhasil disepakati pada 1994. Namun hingga kini kedua negara belum bersedia terikat dalam perjanjian perdamaian.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement