Jumat 16 Oct 2020 16:56 WIB

Antibodi Kok Malah Bantu Virus Corona Serang Sel?

Studi baru di China menunjukkan antibodi malah dapat memperburuk pasien Covid-19.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Kasus antibodi spesifik yang malah membantu virus menyerang sel kekebalan pernah terlihat sebelumnya dengan infeksi yang disebabkan oleh virus lain, seperti Zika, demam berdarah, dan sindrom pernapasan akut.
Foto: CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat. Kasus antibodi spesifik yang malah membantu virus menyerang sel kekebalan pernah terlihat sebelumnya dengan infeksi yang disebabkan oleh virus lain, seperti Zika, demam berdarah, dan sindrom pernapasan akut.

REPUBLIKA.CO.ID, HONGKONG -- Para peneliti mendesak pembuat obat untuk mengkaji apakah vaksin Covid-19 eksperimental dapat menyebabkan sistem kekebalan memproduksi antibodi berisiko tinggi yang dikenal sebagai 7F3. Antibodi itu diduga justru membantu virus corona menyerang sel dalam beberapa kasus.

Para peneliti telah mengidentifikasi molekul berisiko tinggi yang biasa ditemukan pada pasien Covid-19 yang justru membantu virus ketimbang menjinakkannya. Mereka menemukan masalah ini cenderung terjadi ketika tingkat antibodi dalam darah relatif rendah.

Baca Juga

Antibodi diproduksi oleh sistem kekebalan untuk melawan material asing yang coba masuk ke tubuh seperti virus corona tipe baru, SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19. Tetapi, sebuah studi baru di China menunjukkan antibodi malah dapat memperburuk pasien Covid-19 dalam beberapa kasus.

Para peneliti di Fudan University, Shanghai menemukan beberapa dari 222 pasien dalam penelitian itu memiliki antibodi spesifik yang membantu virus corona menyerang sel kekebalan mereka sendiri. Rinciannya, sekitar delapan persen subjek penelitian dengan gejala Covid-19 ringan dan 76 persen dari mereka yang telah pulih.

Masalah ini dikenal sebagai peningkatan ketergantungan antibodi atau ADE. Kasus ini pernah terlihat sebelumnya dengan infeksi yang disebabkan oleh virus lain, seperti Zika, demam berdarah, dan sindrom pernapasan akut. Hal ini juga menghambat pengembangan obat dan vaksin.

"Potensi respon ADE tersebut menjadi perhatian untuk SARS-CoV-2 dalam penggunaan plasma atau antibodi pemulihan sebagai pengobatan," kata tim penelitian yang dipimpin Huang Jinghe dalam makalah yang dilansir South China Morning Post pada Jumat (16/10).

Temuan mereka disampaikan pada hari yang sama saat pembuat obat asal Amerika Eli Lilly menghentikan uji klinis pengobatan antibodi untuk Covid-19. Alasan penghentiannya ialah potensi masalah keamanan.

Uji coba Fase 3 yang disponsori pemerintah AS ini melibatkan ratusan pasien. Otoritas kesehatan AS mengatakan, status klinis para subjek penelitian telah melewati ambang keamanan yang telah ditentukan sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement