Kamis 09 Jul 2020 15:49 WIB

Pusvetma Kementan Ekspor Vaksin Septivet ke Timor Leste

Vaksin digunakan untuk mengatasi penyakit ngorok pada hewan besar seperti sapi

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) yang merupakan UPT Bidang Kesehatan Hewan melakukan ekspor vaksin Septivet ke Republik Demorakratik Timor Leste.
Foto: Kementan
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) yang merupakan UPT Bidang Kesehatan Hewan melakukan ekspor vaksin Septivet ke Republik Demorakratik Timor Leste.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) yang merupakan UPT Bidang Kesehatan Hewan melakukan ekspor vaksin Septivet ke Republik Demorakratik Timor Leste. Ini merupakan ekspor vaksin perdana yang dilakukan Pusvetma.

Vaksin Septivet ini digunakan untuk mengatasi penyakit ngorok atau Septichaemia Epizootica (SE) pada hewan besar seperti sapi, kerbau dan babi. Vaksin Septivet yang diekspor sesuai permintaan sejumlah 63 ribu dosis.

Baca Juga

"Jumlah tersebut telah dipenuhi Pusvetma. Vaksin Septivet yang diekspor yaitu vaksin dengan kemasan 200 mililiter atau 100 dosis per botol. Vaksin ini dapat memberikan kekebalan pada sapi hingga 2 tahun," ujar Kepala Pusvetma, Agung Suganda, Kamis (9/7), seperti dalam siaran persnya.

Ekspor vaksin ini berawal dari kunjungan Direktur Jenderal Peternakan Timor Leste ke Pusvetma pada tahun 2019 dan tertarik dengan kualitas vaksin Septivet dan Vaksin Brucivet yang dimiliki Pusvetma.

Timor Leste memutuskan mengimpor vaksin – vaksin tersebut guna mendukung program kesehatan hewan di negaranya. Vaksin Septivet untuk mengatasi penyakit ngorok atau Septichaemia epizootica (SE) pada hewan besar yaitu sapi, kerbau dan babi sedsangkan vaksin Brucivet untuk mencegah penyakit keluron menular (Brucellosis) pada sapi.

"Namun dengan adanya pandemi Covid-19 ini, permintaan vaksin Septivet yang diajukan ke Pusvetma hanya sejumlah 63 ribu dosis. Kalau tidak sedang pandemi mungkin lebih," ungkap Agung.

Dijelaskan Agung, Pusvetma sendiri memang memiliki tugas utama memproduksi vaksin hewan. Pusvetma juga dituntut untuk selalu memberikan pelayanan prima dalam penyediaan vaksin hewan yang berkualitas.

Sehubungan telah ditetapkan sebagai Badan Layananan Umum (BLU), Pusvetma juga harus melakukan terobosan-terobosan untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam kontrak kinerja. Salah satu terobosan yang saat ini dilakukan adalah bagaimana agar vaksin Pusvetma bisa menembus pasar ekspor khususnya negara-negara tetangga.

"Hal ini tentu sejalan dengan program Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) yang dicanangkan oleh Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo," imbuh Agung.

Dalam menjaga kualitas vaksin, Pusvetma sudah mempunyai sertifikat Cara Produksi Obat Hewan yang Baik (CPOHB) dari Kementerian Pertanian. Laboratorium pengujian mutu vaksin yang dimiliki oleh Pusvetma juga telah memperoleh Akreditasi ISO 17025 dari Komite Akreditasi Nasional.

Untuk vaksin yang di ekspor, Tim Karantina Balai Besar Karantina Hewan Surabaya, pada Senin (6/7) lalu telah menyerahkan sertifikat ekspor kepada Pusvetma. Sebelumnya juga sudah dilakukan pemeriksan terhadap kondisi dan suhu gudang penyimpanan serta pengecekan fisik vaksin Septivet yang akan di ekspor.

"Vaksin Septivet yang akan diekspor ini nantinya dikemas dalam box-box styrofoam dilengkapi dengan ice gel berkualitas  untuk menjaga rantai dingin, kemudian dilakukan penyegelan kemasan vaksin yang akan diekspor," jelas Agung.

Lebih lanjut, Agung mengakui, proses ekspor vaksin pertama yang dilakukan oleh Pusvetma ini juga mengalami beberapa kendala dan hambatan. Mulai dari pengurusan izin, waktu pengiriman, sampai akses masuk perbatasan yang lumayan rumit.

Pengiriman vaksin menggunakan transportasi udara dan transportasi darat untuk melewati perbatasan. Situasi lockdown yang diberlakukan Timor Leste selama pandemi Covid-19 ini juga menyebabkan pengiriman vaksin sempat terkendala. 

Hingga kesempatan ekspor akhirnya dapat dilakukan saat Timor Leste memberlakukan kebijakan baru, yaitu dibukanya jalur lalu lintas di perbatasan. Namun, jalur pengiriman hanya dilakukan satu kali di tiap minggunya yaitu setiap  Rabu pada pukul 10 hingga pukul 12 siang waktu setempat.

Untuk dapat melakukan pengiriman vaksin dengan protokol ketat rantai dingin, Pusvetma harus cermat dalam menghitung waktu kapan saat pengemasan produk. Harapannya agar rantai dingin tetap terjaga dan produk terkirim dengan aman dan sesuai standar.

"Tapi semua kendala tersebut tentunya telah dapat diatasi dengan baik sehingga ekspor perdana ke Timor Leste dapat terwujud," tegas Agung.

Di sisi lain, Pusvetma juga terus konsisten menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 yang terintegrasi dengan ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan. Selain itu, Pusvetma juga telah melaksanakan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan dan memperoleh sertifikat ISO 45001:2018.

"Karena kami sadar akan risiko dan bahaya akibat seringnya bergulat dengan virus dan bakteri serta bahan kimia, maka K3 wajib terapkan," terang Agung.

Semua produk vaksin dan bahan biologik lainnya yang diproduksi dan diedarkan oleh Pusvetma juga telah memiliki legalitas nomor registrasi/pendaftaran obat hewan yang diterbitkan oleh Kementan. Hal ini sebagai upaya Pusvetma agar mampu konsisten menghasilkan produk vaksin bermutu sesuai slogan Pusvetma "Produk Bermutu Untuk Bangsaku".

Dirjen PKH Kementan, I Ketut Diarmita berharap ke depannya, Pusvetma bisa melakukan lebih banyak ekspor produk-produknya. Baik vaksin, maupun bahan diagnostik lainnya. Ia percaya Pusvetma bisa membidik negara seperti Pakistan dan Srilanka sebagai negara tujuan ekspor berikutnya.

"Semoga harapan ini dapat terlaksana dengan mudah dan dalam waktu secepatnya. Dengan demikian Pusvetma turut mendukung kebijakan Pak Mentan untuk mewujudkan pertanian yang maju, mandiri dan modern tentunya dibidang kesehatan hewan," papar Ketut.

Ia menambahkan, dengan semakin banyaknya produk-produk buatan anak bangsa yang di ekspor, seharusnya semua pihak ikut berbangga. Menurut Ketut, ini membuktikan bahwa sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki Indonesia bisa bersaing di Internasional.

"Sudah saatnya produk-produk karya anak bangsa menjadi tuan di negeri sendiri dan diminati di luar negeri. Jayalah produk bangsaku," tutur Ketut.

Sebagai informasi, Pusvetma yang didirikan sejak tahun 1952 memiliki peranan yang sangat vital dalam success story pembebasan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Indonesia. Pusvetma telah diakui oleh Badan Kesehatan Hewan (OIE) pada tahun 1990 dalam pembebasan PMK.

Keberhasilan vaksin PMK buatan Pusvetma menunjukan bahwa Pusvetma adalah institusi satu-satunya milik pemerintah yang memiliki kemampuan memproduksi vaksin hewan berkualitas. Untuk pengembangan produksi vaksin, Pusvetma juga terus dibantu oleh para pakar dibidangnya yang berasal dari beberapa perguruan tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement