Senin 27 Apr 2020 00:10 WIB

Teknologi Digital, Hidupkan Peluang di Tengah Kondisi Covid

Wabah Covid-19, membuat perekonomian semakin berat.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Ugie Prasetyo gesit menangkap peluang untuk menambah penghasilan dengan mengembangkan bisnis strawberry beku.
Foto: Istimewa
Ugie Prasetyo gesit menangkap peluang untuk menambah penghasilan dengan mengembangkan bisnis strawberry beku.

REPUBLIKA.CO.ID, Wabah Covid-19, membuat perekonomian semakin berat. Salah satu dampaknya, mengakibatkan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan karena di PHK. Namun, tak selamanya kondisi ini membuat orang semakin terpuruk. Di tengah kesusahan, ada orang yang justru menjadikannya sebagai peluang sebuah titik untuk bangkit.

Hal tersebut, terjadi pada Ugie Prasetyo, yang gesit menangkap peluang untuk menambah penghasilan. Bahkan, bisa menolong orang di sekitarnya yang kehilangan pekerjaan. Sudah sepekan ini, ia disibukkan melayani pesanan bisnis barunya yakni bisnis strawberry beku. Ia, memulai bisnisnya sudah beberapa pekan ini.

"Alhamdulillah disaat ada orang yang diPHK karena Pandemi Covid-19, ada juga yang dirumahkan tanpa gaji, Allah justru menghantarkan kami rejeki melalui Strawberry Frozen ini," ujar Ugie kepada Republika, Ahad (26/4).

Ugie mengatakan, sehari-hari ia bekerja menjadi tim Ustadz Adi Hidayat. Namun, sejak wabah Covid-19 aktivitasnya memang tak terlalu padat. Suatu hari, saudaranya mengajak istrinya untuk berbisnis Strawberry. 

"Jadi awalnya yang memulai bisnis itu istri saya yang mulai memasarkan dengan konvensional  namun hasilnya kurang maksimal," katanya.

Akhirnya, kata dia, istri pun meminta ia ikut memasarkan juga. Ugie pun, memilih pemasaran dengan menggunakan media sosial. Ternyata, hasilnya cukup menggembirakan. 

"Alhamdulillah Qodarullah setelah saya posting sejak. Postingan pun banyak yang menanggapi dan memesan,  bahkan mereka sampai meminta untuk jadi reseller," kata Ugie

Tak ingin melepaskan kesempatan, kata Ugie, akhirnya ia pun membuka reseller untuk mereka.  "Lumayan lah itung-itung membantu sesama juga ditengah-tengah kondisi yang prihatin ini," katanya.

Saat awal penjulan, kata dia, dalam tiga hari di luar dugaan orderan pun tembus hampir 200 kilogram. Saat ini, per hari, ia pun bisa menjual 100 kilogram strawberry. Sehingga, bisa mempekerjakan beberapa temannya yang di PHK.

Ugie meminta t,emannya untuk mengantarkan strawberry ke konsumen yang memesan. "Alhamdulillah responnya luar biasa. Bahkan, banyak yang memesan dari luar kota untuk minta dikirim saya tolak dengan alasan takutnya esnya mencair dan rusak strawberrynya. Ternyata, dengan adanya teknologi digital saat kondisi harus tetap di rumah kita pun masih bisa berusaha," paparnya.

Tak jauh berbeda dengan Ugie, sudah hampir sebulan ini M Sudrajat  lebih banyak menghabiskan waktu di rumah di bilangan Kota Cimahi Jawa Barat. Pandemi Covid-19 atau Corona diakuinya sebagai salah satu faktor kenapa belakangan ini ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.

“Bukan karena kena dampak (pandemi) Corona lalu dirumahkan atau di-PHK.  Kalau untuk pekerjaan, Alhamdulillah masih ada dan bisa dikerjakan di mana saja, termasuk di rumah,” ujar bapak satu anak yang biasa dipanggil Asep ini kepada Republika, Ahad (26/4).  

Menurut Asep, dirinya sudah lebih dari lima tahun ini bersama teman-temannya  membangun bisnis berbasis digital kreatif. Sebagai konten kreatif, Asep memang  tak  harus selalu bekerja di kantor. Ia bisa bekerja di rumah.  Bahkan, konsep work from home (WFH) telah diimplementasikannya jauh hari sebelum merebaknya pandemi Corona di Indonesia.

Setelah pandemi Corona, maka Asep benar-benar harus bekerja di  rumah. Terlebih, setelah  pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kian meluas, termasuk mencakup wilayah Bandung Raya.

Asep mengaku, bisnis digital kreatifnya memang ikut terimbas pandemi Corona. Sejumlah institusi yang menjadi  kliennya  memilih  bersikap wait and see.  Order yang ada pun banyak  tertunda.  Namun,  ia masih bersyukur  tidak terlalu terpuruk sebagaimana  sektor lainnya.

“Saat ini memang kami sedang berada di fase kritis. Tapi, kondisi ini justru  merupakan tantangan. Kenapa? Karena saya melihat prospek digital kreatif  ini sangat cerah paskapandemi  Corona nanti," kata Asep optimistis.

Asep mengatakan, tantangannya dalam kondisi seperti sekarang ini adalah harus mampu merealisasikan ide-ide kreatif yang bisa dipakai sehingga ketika pandemi Corona berlalu maka bisnisnya bisa langsung berlari kencang.

Optimisme  Asep  beralasan. Karena, kebijakan di rumah saja, WFH, atau PSBB, membuat kebiasaan masyarakat berubah total. Pemanfaatan teknologi digital semakin masif di masyarakat. Menggantikan kebiasaan konvensional  yang kini dibatasi oleh ketidakleluasaan mobilitas masyarakat karena PSBB.

Tak hanya belanja daring, kata dia, masyarakat pun mengakrabi digitalisasi dalam berbagai hal. Termasuk dalam hal bertransaksi non tunai, berinteraksi  sosial  hingga melakukan kegiatan yang berhubungan dengan sekolah, kuliah dan pekerjaan.

Maka, kata Asep, ketika situasi sudah kembali normal usai pandemi Corona, banyak yang membutuhkan kreator konten digital. Baik itu untuk keperluan e-commerce, maupun untuk kebutuhan bisnis yang memanfaatkan teknologi digital lainnya.

Mengintip tetap ada peluang di masa pandemi Corona, Asep saat ini tengah merancang aplikasi yang berkaitan dengan sistem ketahanan pangan berbasis urban farming.  Konsep ini muncul dalam benak Asep tatkala melihat tingginya kebutuhan pangan saat pandemi Corona ini.

Di sisi lain, Asep melihat potensi urban farming yang kini marak dikembangkan.  Menurut Asep, urban farming bisa didorong sebagai penyedia kebutuhan pangan masyarakat. Karena, semua kebutuhan yang masuk melalui aplikasi yang akan dikembangkannya, sepenuhnya berasal dari urban farming.

“Memang mirip-mirip dengan aplikasi e-commerce pertanian yang sudah ada. Untuk konsep saya, nantinya urban farming sepenuhnya diberdayakan melalui sistem barterline,” papar Asep. 

Untuk mewujudkan idenya itu, Asep  mengakui masih butuh proses panjang. Terutama dalam hal penguatan urban farming untuk bisa  memasok kebutuhan order yang diterima.

Optimisme serupa dilontarkan Ida  Farida, pelaku usaha penjualan daring. Menurutnya, untuk saat ini memang penjualan drop.

"Sebenarnya, order masih banyak, tapi karena banyak daerah yang memberlakukan PSBB, pengorder membatalkan. Takut ordernya tidak sampai,” sebut Ida yang dihubungi terpisah.

Menurut Ida, order seperti baju muslim maupun hijab yang diterimanya saat ini tidak berbeda jauh dengan saat Corona mulai masuk ke Indonesia pada Maret lalu.   Ida memasarkan produknya melalui sosial media miliknya yang nyatanya mampu menjangkau seluruh Nusantara.

Menurut  Co  Founder/Chief Digital Start Up, E-Commerce, & Fintech (CDEF) Sharing Vision, Nur Javad Islami, pengguna e-commerce diproyeksikan lebih dari 200 juta dalam dua tahun ke depan. “Dari survey yang kami lakukan di tahun 2019, selain marketplace, belanja daring melalui sosial media semakin diminati,” kata pria yang biasa dipanggil Jeff ini.

Dari data Sharing Vision yang diterima /mRepublika, saat ini konsumen daring yang membeli melalui sosial media baru sekitar 10 persen. Sementara mencari di marketplace masih dominan yakni sekitar 59 persen.

Bahkan, kata Jeff, faktor sosial media besar pengaruhnya terhadap aktivitas pembeli daring. Seperti membeli barang setelah melihat postingan orang di sosial media dan membeli barang setelah melihat iklan di sosial media.

“Sekitar 53 persen yang dibeli merupakan produk fesyen dan mode,” kata Jeff.

Sementara produk lainnya di antaranya berupa buku, hobi, koleksi, makanan dan minuman, kosmetik, ponsel, laptop serta produk elektronik rumah tangga.

Jeff mengaku, memang ada keluhan-keluhan terkait belanja daring ini. Yang terbesar adalah keluhan barang yang dibeli tidak sesuai dengan spesifikasi atau tampilan di situs maupun di sosial media. Bahkan ada yang mengeluhkan soal barang yang dibeli palsu maupun barang yang tidak dikirim meski telah dibayar.

Praktik penipuan seperti dalam sejumlah kasus pembelian masker secara daring tidak dipungkiri banyak terjadi. Namun Jeff berkeyakinan kasus-kasus penipuan itu pengaruhnya tidak begitu berarti hingga sampai membuat orang meninggalkan belanja daring untuk kembali ke belanja konvensional.

Untuk melindungi konsumen daring, bisa dipergunakan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Menurut Ketua Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jabar, Banten dan DKI Jakarta, Dr Firman Turmantara  Endipradja SH.,S.Sos.,M.Hum idealnya untuk memperkuat penegakan hukum perlindungan konsumen ini,  UUPK perlu diintegrasikan dengan UU lainnya seperti UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Perlindungan konsumen itu penting karena konsumen merupakan kekuatan besar bagi suatu negara dalam membangun perekonomiannya,” kata Firman kepada wartawan baru-baru ini.

Sementara menurut Direktur Inkubator Bisnis The Greatur Hub Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Dina Dellyana, bagi sebagian pengusaha, kondisi di tengah Covid-19 sekarang ini, menjadi pukulan sekaligus tantangan. Karena, sejak WFH diberlakukan mulai ada pengusaha yang komplain karena sales turun, orang-orang menjadi kurang produktif, hingga project batal. Menanggapi keluhan dari pelaku startup, ia pun membagikan tipsnya agar startup tetap tumbuh di era corona. 

Dina menilai, salah satu yang harus dilakukan start up atau pengusaha adalah Inovasi produk. Hal yang bisa dicoba adalah inovasi dengan membuat produk baru memanfaatkan sumber daya dan kemampuan yang ada untuk mendapatkan sumber pendapatan baru. 

Misal dalam bidang food and beverage, membuat produk yang lebih tahan lama. Kemudian di bidang fesyen, bisa bergeser dengan membuat alat pelindung diri (APD) bagi staf medis. 

"Sedangkan untuk musik bisa membuat pertunjukan online dengan sistem berbayar ataupun gratis. Atau di bidang digital dan aplikasi bisa membuat aplikasi sederhana yang mendukung situasi sekarang," paparnya.

Strategi lainnya, kata dia, manfaatkan Omnichannel. Pada era Covid-19 ini, ada baiknya memanfaatkan omnichannel dengan mengintegrasikan aktivitas di situs web, aplikasi, media sosial, e-commerce, dan saluran lainnya yang dimiliki perusahaan. 

Strategi berikutnya, kata dia, untuk saluran online pelanggan buatlah konten yang menarik seperti konten-konten sosial nan informatif tentang EFH dan kesehatan. Kemudian ciptakan interaktif agar pelanggan ada terlibat. Misalnya dengan IG live, webinar, IG TV, dan lainnya. 

"Di era seperti ini, saat orang tak boleh keluar rumah. Pemanfaatan teknologi dengan berjualan online, harus bisa dimanfaatkan sebagaik-baiknya," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement